Konsep Dasar Pengembangan Kurikulum

A. Definisi Operasional

         Ada banyak pengertian kurikulum tergantung dari sisi mana memandangnya. Namun, istilah kurikulum (curriculum), pada awalnya digunakan dalam dunia olahraga, berasal dari kata curir (pelari) dan curere(tempat berpacu). Pada saat itu kurikulum diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari mulai dari start sampai finish untuk memperoleh medali atau penghargaan. Kemudian, pengertian tersebut diterapkan dalam dunia pendidikan menjadi sejumlah mata pelajaran (subject) yang harus ditempuh oleh seorang siswa dari awal sampai akhir program pelajaran untuk memperoleh ijazah. ari rumusan pengertian kurikulum tersebut terkandung dua hal pokok, yaitu (1) adanya mata pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa dan (2) tujuan utamanya, yaitu untuk memperoleh ijazah. Implikasi pengertian tersebut terhadap praktik pengajaran adalah bahwa untuk memperoleh ijazah atau sertifikat setiap siswa harus menguasai seluruh mata pelajaran yang diberikan dan menempatkan guru dalam posisi yang sangat penting dan menentukan. Keberhasilan siswa ditentukan oleh seberapa jauh mata pelajaran tersebut dikuasainya dan biasanya disimbolkan dengan skor yang diperoleh setelah mengikuti suatu tes atau ujian.

          Pengertian kurikulum tersebut dianggap pengertian yang sempit atau sederhana. Jika Anda mempelajari buku-buku atau literatur lainnya tentang kurikulum yang berkembang saat ini, terutama yang berkembang di negara-negara maju maka Anda akan menemukan banyak pengertian yang lebih luas dan beragam.  Menurut Goerge A. Beaucham (1976) kurikulum didefinisikan sebagai dokumen tertulis yang mengandung isi mata pelajaran yang diajar kepada peserta didik melalui berbagai mata pelajaran, pilihan disiplin ilmu, rumusan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan, menurut Hilda Taba (1962) kurikulum adalah: “a curriculum is a plan for learning, therefore what is know about the learning process and the development of individual has bearing on the shaping of the curriculum”. kurikulum adalah suatu rencana belajar, oleh karena itu, konsep-konsep tentang belajar dan perkembangan individu dapat mewarnai bentuk-bentuk kurikulum. Berbeda dengan Taba dan Goerge, Harold B. Alberty (1965) memandang kurikulum sebagai semua kegiatan yang diberikan kepada siswa di bawah tanggung jawab sekolah (all of the activities that are provided for the students by the school). Kurikulum tidak dibatasi pada kegiatan di dalam kelas saja, tetapi mencakup juga kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh siswa di luar kelas. Pendapat yang senada dan menguatkan pengertian tersebut dikemukakan oleh Saylor, Alexander, dan Lewis (1974) yang menganggap kurikulum sebagai segala upaya sekolah untuk mempengaruhi siswa supaya belajar, baik dalam ruangan kelas, di halaman sekolah, maupun di luar sekolah (the curriculum is the sum total of school’s efforts to influence learning, whether in the classroom, on the playground, or out of school). yang dilakukan oleh siswa di luar kelas. Pendapat yang senada dan menguatkan pengertian tersebut dikemukakan oleh Saylor, Alexander, dan Lewis (1974) yang menganggap kurikulum sebagai segala upaya sekolah untuk mempengaruhi siswa supaya belajar, baik dalam ruangan kelas, di halaman sekolah, maupun di luar sekolah (the curriculum is the sum total of school’s efforts to influence learning, whether in the classroom, on the playground, or out of school).
          Berbagai macam pengertian dari kurikulum menyebabkan sulitnya mengambil suatu pengertian yang mewakili pandangan-pandangan tersebut. Selain itu, pengertian kurikulum terus berkembang mengikuti perubahan zaman secara teori dan praktik.  Pandangan tradisional menganggap kurikulum tidak lebih dari sekadar rencana pelajaran di suatu sekolah. Pelajaran-pelajaran apa yang harus ditempuh siswa di suatu sekolah, itulah kurikulum, sedangkan pandangan modern menganggap kurikulum lebih dari sekadar rencana pelajaran. Kurikulum dianggap sebagai sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan di sekolah. Namun, menurut Hamid Hasan (1988), sebenarnya kurikulum bukanlah merupakan sesuatu yang tunggal. Istilah kurikulum menunjukkan berbagai dimensi pengertian. Ia menunjukkan bahwa pada saat sekarang istilah kurikulum memiliki empat dimensi pengertian, di mana satu dimensi dengan dimensi lainnya saling berhubungan. Keempat dimensi kurikulum tersebut adalah sebagai berikut.
1. Kurikulum sebagai suatu ide.
2. Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis yang sebenarnya merupakan perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide.
3. Kurikulum sebagai suatu kegiatan yang sering pula disebut dengan istilah kurikulum sebagai suatu realita atau implementasi kurikulum.
Secara teoretis dimensi kurikulum ini adalah pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis.
4. Kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekuensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan.
             Pandangan yang sampai saat ini masih lazim dipakai dalam dunia pendidikan atau persekolahan di negara kita, kurikulum adalah suatu rencana tertulis yang disusun guna memperlancar proses belajar-mengajar. Hal ini sesuai dengan rumusan pengertian kurikulum yang tertera dalam Undang-undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional: "Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar". Rencana atau pengaturan tersebut dituangkan dalam kurikulum tertulis yang disebut Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP). GBPP tersebut memuat komponen-komponen minimal yang mencakup tujuan yang ingin dicapai, konten atau materi yang akan disampaikan, strategi pembelajaran yang dapat dilakukan, dan evaluasi, bahkan tercakup pula distribusi materi dalam setiap semester atau caturwulan, media pembelajaran, dan sumber-sumber rujukannya.



B. Hubungan Kurikulum dan Pembelajaran

Ada beberapa model untuk melihat hubungan antara kurikulum dengan pembelajaran. Menurut Peter F. Olivia ada 4 cara atau model yang dapat menjadi pedoman untuk melihat kurikulum dengan pembelajaran.
1.    Model dualistis, model pertama ini sifatnya tunggal dimana posisi kurikulum menjadi pedoman dalam semua kegiatan pembelajaran dalam kelas. Lalu posisi pembelajaran lebih kepada tolak ukur sukses atau tidaknya kurikulum dan menjadi tujuan akhir dari kurikulum itu sendiri.
2.      Model berkaitan, model ini memegang prinsip bahwa kurikulum dengan pembelajaran hubungannya sangat erat dan memiliki singkronisasi yang baik. Ada bagian tertentu dimana posisi kuirkuum menjadi pembelajaran dan begitu juga sebaliknya.
3.      Model konsentris, adalah model yang mempunai fungsi yang hampir sama dengan model berkaitan dimana pembelajaran dan kurikulum memiliki hubungan dengan kemungkinan bahwa kurikulum adalah bagian dari pembelajaran atau pembelajaran adalah bagian dari kurikulum.
4.      Model siklus, bila melihat model ini kurikulum dan pembelajaran adalah dua hal yang terpisah / berbeda tetapi memiliki hubungan timbal balik antar keduanya, kurikulum lebih mengarah kepada rencana pelaksanaan pembelajaran lalu peran pembelajaran adalah  pada mempengaruhi dalam perancangan kurikulum selanjutnya. Akhirnya bisa ditarik kesimpulan bahwa proses dan hasil itu merupakan hubungan yang sangat erat ini bisa dilihat dari penyusunan kurikulum, kurikulum dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran di berbagai tempat khususnya di sekolah, kurikulum mengatur segalanya dalam aktivitas akademik baik yang mengatur guru, siswa dan juga kepala sekolah. Lalu proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar dan mengarah pada suatu pencapaian yang maksimal.
Dari penjabaran diatas pembelajaran tentu sangat erat kaitannya dengan kurikulum, dimana kurikulum itu sendiri berfungsi sebagai perencanaan tentang pengalaman belajar. Di satu sisi, kurikulum adalah rencana  tertulis yang telah dibukukan oleh para pengembang kurikulum yang nantinya akan menjadi tuntunan para pengajar dalam melaksanakan proses pengajaran, di sisi lain pembelajaran akan memberikan output berupa hasil belajar yang nantinya akan dievaluasi dan berguna dalam perencanaan dan perancangan kurikulum selanjutnya. Hal ini dipertegas dengan pendapatnya Mac Donald, menurutnya, sistem persekolahan terbentuk atas empat subsistem, yaitu :
A. mengajar merupakan kegiatan atau perlakuan profesional yang diberikan oleh guru kepada peserta didik.
B. Belajar merupakan kegiatan atau upaya yang dilakukan siswa sebagai respons terhadap kegiatan mengajar yang diberikan oleh guru.
C. Pembelajaran adalah keseluruhan pertautan kegiatan yang memungkinkan dan berkenaan dengan terjadinya interkasi belajar-mengajar.
D. Kurikulum merupakan suatu rencana yang memberi pedoman atau pegangan dalam proses kegiatan belajar-mengajar.

C. Keterampilan abad 21
Perkembangan dunia abad 21 ditandai dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam segala segi kehidupan. Teknologi menghubungkan dunia yang melampaui sekat-sekat geografis sehingga dunia menjadi tanpa batas. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi melalui internet memberi kemudahan pengiriman uang pada waktu yang sangat singkat, bahkan real time. Perkembangan teknologi menjadikan terjadinya perubahan kualifikasi dan kompetensi tenaga kerja. Kang, Kim, Kim & You ( 2012) mencatat bahwa perubahan standar kinerja akademik terjadi seiring dengan perkembangan teknologi informasi komunikasi (TIK) dan pertumbuhan ekonomi global. Perubahan standar menuntut penyesuaian dunia pendidikan dalam menyiapkan peserta didik. Tekonologi informasi dan komunikasi memudahkan komunikasi antar anggota masyarakat dan dunia kerja yang tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Siswa abad 21 perlu dibekali dengan kemampuan TIK dan mencermati perkembangan ekonomi global. Proses pembelajaran harus mengakomodir hal tersebut.
Rotherdam & Willingham (2009) mencatat bahwa kesuksesan seorang siswa tergantung pada kecakapan abad 21, sehingga siswa harus belajar untuk memilikinya. Aeseduction mengidentifikasi kecakapan abad 21 meliputi 3 kategori:
a. Learning skills (C4)
b. Literacy skills
c. Life skills
             Dari ketiga kategori diatas berkaitan satu sama lain secara spesifik dalam pembelajaran era digital. Dibawah ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai Learning skills (C4) .
a. Learning skills  (C4)
C4 sejauh ini merupakan keterampilan abad ke-21 yang paling populer.  Keterampilan ini juga disebut keterampilan belajar. Banyak pengajar tahu tentang keterampilan ini karena C4 merupakan kebutuhan universal untuk karier siswa di masa depan.  C4 juga bervariasi dalam hal kepentingan, tergantung pada aspirasi karir individu.
- Critical thinking (berpikir kritis)
Pada keterampilan ini, peserta didik berusaha untuk memberikan penalaran yang masuk akal dalam memahami dan membuat pilihan yang rumit, memahami interkoneksi antara sistem. Peserta didik juga menggunakan kemampuan yang dimilikinya untuk berusaha menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya dengan mandiri, peserta didik juga memiliki kemampuan untuk menyusun dan mengungkapkan, menganalisa, dan menyelesaikan masalah.
Kegiatan pembelajaran dirancang untuk mewujudkan hal tersebut melalui penerapan pendekatan saintifik (5M), pembelajaran berbasis masalah, penyelesaian masalah, dan pembelajaran berbasis projek.
Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeluarkan pendapatnya secara kritis berdasarkan pertanyaan yang diberikan, mengajak siswa untuk menyimpulkan dan membuat refleksi bersama-sama. Pertanyaan-pertanyaan pada level HOTS dan jawaban terbuka pun sebagai bentuk mengakomodasi kemampuan berpikir kritis siswa.
- Creativity
Kreativitas sama pentingnya sebagai sarana adaptasi.  Keterampilan ini memberdayakan siswa untuk melihat konsep dalam cahaya yang berbeda, yang mengarah ke inovasi. Pada keterampilan ini, peserta didik memiliki kemampuan untuk mengembangkan, melaksanakan, dan menyampaikan gagasan-gagasan baru kepada yang lain, bersikap terbuka dan responsif terhadap perspektif baru dan berbeda.
Guru perlu membuka ruang kepada siswa untuk mengembangkan kreativitasnya. Kembangkan budaya apresiasi terhadap sekecil apapun peran atau prestasi siswa. Hal ini bertujuan untuk memotivasi siswa untuk terus meningkatkan prestasinya
- Collaboration
Pada keterampilan ini, peserta didik menunjukkan kemampuannya dalam kerjasama berkelompok dan kepemimpinan, beradaptasi dalam berbagai peran dan tanggungjawab, bekerja secara produktif dengan yang lain, menempatkan empati pada tempatnya, menghormati perspektif berbeda. Peserta didik juga menjalankan tanggungjawab pribadi dan fleksibitas secara pribadi, pada tempat kerja, dan hubungan masyarakat, menetapkan dan mencapai standar dan tujuan yang tinggi untuk diri sendiri dan orang lain, memaklumi kerancuan. Pembelajaran secara berkelompok, kooperatif melatih siswa untuk berkolaborasi dan bekerjasama. Hal ini juga untuk menanamkan kemampuan bersosialisasi dan mengendalikan ego serta emosi. Dengan demikian, melalui kolaborasi akan tercipta kebersamaan, rasa memiliki, tanggung jawab, dan kepedulian antaranggota.
- Communication
Kegiatan pembelajaran merupakan sarana yang sangat strategis untuk melatih dan meningkatkan kemampuan komunikasi siswa, baik komunikasi antara siswa dengan guru, maupun komunikasi antarsesama siswa. Ketika siswa merespon penjelasan guru, bertanya, menjawab pertanyaan, atau menyampaikan pendapat, hal tersebut adalah merupakan sebuah komunikasi.
Akhirnya, komunikasi adalah perekat yang membawa semua kualitas pendidikan ini bersama. Komunikasi adalah persyaratan bagi setiap pembelajar untuk menyampaikan apa yang telah ia pelajari.  Sangat penting bagi siswa untuk belajar cara menyampaikan ide secara efektif di antara berbagai tipe kepribadian. komunikasi dapat berpotensi untuk menghilangkan kebingungan dalam pengartian sebuah kejadian.

D. Konsep Dasar Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum adalah suatu istilah yang ada dalam studi kurikulum. Istilah pengembangan kurikulum banyak digunakan oleh ahli pendidikan berhubungan dengan proses implementasi dari kurikulum yang berlaku pada saat itu. Sementara itu Caswell menyatakan bahwa pengembangan kurikulum merupakan alat untuk membantu guru melakukan tugasnya menyampaikan pembelajaran yang menarik minat siswa dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Jadi, pengembangan kurikulum merupakan bagian yang esensial dari program pendidikan. Sasaran yang ingin dicapai bukan semata-mata memproduksi bahan pembelajaran melainkan lebih untuk bagaimana mengimplementasikan kurikulum atau agar dapat meningkatkan kualitas siswa dan kualitas pendidikan pada umumnya. Boyd (1984) menyatakan bahwa pengembangan kurikulum diperlukan untuk menghadapi dan
mengantisipasi keadaan-keadaan berikut.
a. Merespons perkembangan ilmu dan teknologi.
b. Merespons perubahan sosial di luar sistem pendidikan.
c. Memenuhi kebutuhan siswa.
d. Merespons kemajuan-kemajuan dalam pendidikan.
e. Merespons perubahan sistem pendidikan itu sendiri.
Mulyani Sumantri (1988) menyatakan bahwa pengembangan kurikulum harus dilakukan berdasarkan teori yang telah dikonseptualisasikan secara teliti dan terhindar dari pengaruh-pengaruh yang tidak baik, seperti paham-paham yang tidak mendukung pembaharuan dan kebutuhan masa depan. Agar kurikulum yang dihasilkan sesuai dengan harapan dan kebutuhan maka proses pengembangan kurikulum ini tidak saja harus melibatkan ahli pendidikan, ahli kurikulum, guru, dan siswa, namun perlu juga melibatkan ahli-ahli lain di luar bidang pendidikan, orang-orang yang berminat, serta pemakai lulusan (dari dunia kerja).Unsur-unsur apa saja yang ada dalam kurikulum, tergantung pada pengertian kurikulum yang akan dikembangkan. Bila kurikulum di pandang sebagai segala sesuatu yang akan dijalani siswa di sekolah maka kegiatan menentukan tujuan, materi, strategi pembelajaran dan hal-hal yang akan diaktualisasikan di sekolah merupakan kegiatan pengembangan kurikulum. Bila kurikulum dipandang sebagai suatu dokumen maka proses pembuatan rencana kurikulum, garis-garis besar program pembelajaran, perangkat dan buku-buku yang diperlukan dalam proses pembelajaran merupakan unsur-unsur yang harus dikembangkan.Di samping itu, proses pengembangan kurikulum ini juga harus memperhatikan prinsip-prinsip relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, efektivitas, efisiensi dan praktis, serta landasan yang kuat. Zais menuturkan bahwa landasan yang kuat dalam pengembangan kurikulum terdiri atas filsafat, sosial dan budaya, siswa dan teori belajar. Pada umumnya para ahli kurikulum memandang bahwa pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang berkelanjutan dan merupakan suatu siklus meliputi komponen tujuan, bahan kegiatan, dan evaluasi, sehingga dapat dilukiskan sebagai berikut.


Dari Gambar 1.4 di atas pengembangan kurikulum merupakan konsep yang komprehensif meliputi perencanaan, implementasi dan evaluasi (Oliva, 1988, 26). Miller dan Seller menambahkan unsur yang penting dalam pengembangan kurikulum yaitu apa yang disebutnya orientasi.
Miller dan Seller melukiskan orientasi menyangkut tujuh aspek: perilaku,
disiplin (mata pelajaran), masyarakat, pengembangan, proses kognitif,
humanistik dan transpersonal. Orientasi menyangkut pula enam isu pokok
sebagai berikut.
a. Tujuan pendidikan: menunjukkan arah kegiatan.
b. Konsepsi tentang anak: pandangan mengenai anak apakah sebagai pelaku yang aktif atau pasif.
c. Konsepsi tentang proses belajar: menyangkut aspek transpersonal, kehidupan batin anak dan perubahan tingkah laku.
d. Konsepsi tentang lingkungan: pengaturan lingkungan untuk memperlancar belajar.
e. Konsepsi tentang peranan guru; apakah lebih otoritatif, direktif, atau sebagai fasilitator.
f. Bagaimana belajar dievaluasi: apakah mengacu pada tes, eksperimental atau bersifat terbuka.
Dari uraian singkat di atas jelas bahwa tanggung jawab para pembina dan pengembang kurikulum sangat luas dan kompleks, mereka harus mencari cara dan usaha yang terus-menerus untuk meningkatkan kurikulum. Usaha dan tugas itu akan lebih lancar, baik dan dapat dipertanggungjawabkan jika mengikuti pedoman, landasan, dan prinsip-prinsip tertentu yang ada dalam pengembangan kurikulum.

 Proses pengembangan kurikulum seringkali melibatkan banyak pertanyaan-pertanyaan tentang komponen dari kurikulum itu sendiri. Berdasarkan dari apa yang sudah dijabarkan didapat permasalahan berupa "kurikulum di negara Indonesia saat ini adalah K13 yang menuntut terbentuknya keterampilan abad 21 (C4) dalam diri siswa. Bagaimana kurikulum ini dapat terlaksana untuk anak berkebutuhan khusus?  Apakah materi pelajaran yang diajarkan pada anak berkebutuhan khusus ini berbeda dengan anak yang bersekolah di sekolah umum? Jika anak berkebutuhan khusus tadi bersekolah di sekolah umum (penderita cacat kaki misalnya), bolehkah ia meninggalkan 1 mata pelajaran (olahraga misanya) yang artinya ia tidak menjalankan bagian dari kurikulum sepenuhnya ? atau adakah tugas alternatif untuk mengganti kegiatan yang tidak ia kerjakan?

Komentar

  1. menurut saya kurikulum anak yang berkebutuhan khusus berbed dengan dngan sekolah pada umumnya. karena dalam mengembangkan kurikulum harus relevan, fleksibel, kontiniu, efektif, efisien dan praktis. jika kita gunakan k13 untuk sekolah umum maka tidak efesien untuk sekolah berkebutuhan khusus. di sekolah berkebutuhan khusus terdapat olahraga yang sama seperti sekolah khusus. cuma untuk ajang perlombaan mereka memang dihususkan untuk olahraga disabilitas

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalau boleh tau kurikulum yang digunakan anak berkebutuhan khusus itu seperti apa? berarti jika berbeda, ada 2 kurikulum yang di gunakan untuk anak bersekolah umum dan bersekolah khusus?

      Hapus
    2. Menurut dian kurikulum yang digunakan itu sama saja. Hanya saja pelaksanaannya yang berbeda karena harus menyesuaikan kebutuhan yang ada di setiap sekolah baik itu sekolah pada umumnya atau sekolah khusus.
      Karena kembali pada peraturan tentang pendidikan indonesia. Kurikulum itu merupakan suatu program pendidikan atau pedoman dalam pembelajaran. Tentu tidak smua keadaan di daerah satu dengan daerah lainnya sama. Pasti ada yang berbeda. Karena itu sistem pelaksanaannya saja yang disesuaikan tetapi tetap berpatokan dengan kurikulum yang telah di buat. Karena kurikulum merupakan sebuha aturan yang mempunya visi dan misi yang harus di capai.
      Mungkin itu mnurut dian kak.

      Hapus
    3. Saya setuju dengan dian, sebenarnya kurikulum yang diterapkan di Indonesia itu sama yakni kurikulum 2013. Namun yang berbeda hanya penerapannya saja, perlu diperhatikan berbagai aspek seperti latar belakang psikologis peserta didik, lingkungan, teknologi pendukung, dll. Berdasarkan sumber website sp.beritassatu.com, 13 SLB di palembang telah menerapkan kurikulum 2013 pada tahun 2015-2016 dalam RPP SLB penerapan metode pendidikan berdasarkan ketunaan (tuna daksa, tuna grahita, tuna runggu, tuna netra) anak didik, karena antar ketunaan memiliki kelebihan dan kekurangan sendiri-sendiri. Dengan demikian, dibutuhkan materi pembelajaran yang bisa mengarahkan siswa berdasarkan kelebihan serta menyesuaikannya dengan bakat dan minatnya.

      Hapus
    4. Ya, saya setuju dengan pendapat dian dan Rifanny. karna kalau kurikulumnya berbeda pasti akan ada gejolak ataupun penolakan-penolakan dari berbagai pihak yang dapat merugikan siswa

      Hapus
  2. saya sependapat dengan dian dan kak rifanny, K-13 yang diterapkan pada siswa berkebutuhan khusus yang umumnya berada di Sekolah Luar Biasa (SLB) sama dengan K-13 di sekolah umum lainya yang berbeda hanyalah pelaksanaan kurikulum tersebut. Jangankan antara SLB dengan sekolah umum, antar sekolah umum saja penerapan K-13 akan berbeda satu dan lainnya. Hal ini dikarenakan dalam pengembangan K-13 oleh pendidik haruslah mememandang beberapa aspek yang utama seperti peserta didik serta sarana dan prasana. jika anak berkebutuhan khusus bersekolah di sekolah umum untuk mencapai tuntutan kompetensi dari kurikulum maka hal itu di serahkan kembali kepada kebijakan guru ataupun sekolah, dikarenakan keterbatasannya maka anak tersebut dapat diberikan tugas lain yang dapat dipenuhinya untuk mencapai kompetensinya.

    BalasHapus
  3. saya akan mencoba menjawab pertanyaan rina yakni Jika anak berkebutuhan khusus tadi bersekolah di sekolah umum (penderita cacat kaki misalnya), bolehkah ia meninggalkan 1 mata pelajaran (olahraga misanya) yang artinya ia tidak menjalankan bagian dari kurikulum sepenuhnya ? atau adakah tugas alternatif untuk mengganti kegiatan yang tidak ia kerjakan?
    menurut saya mata pelajaran tidak boleh ditinggalkan (olahraga/penjaskes) harus tetap dilaksanakan namun, untuk anak disabilitas sebagai guru kita bisa menilai siswa tsb dengan sara memberikan tugas tertulis pengganti kegiatan fisik, sedangkan untuk ujian/ulangan kegiatan fisik bisa dilaksanakan dengan tertulis juga sehingga tidak ada mata pelajaran yang harus ditinggalkan anak tsb jika bersekolah disekolah umum. namun sebaiknya anak berkebutuhan khusus memang di sekolahkan di SLB karena d SLB fasilitas dan kegiatan belajar yang diterapkan disekolah sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan siswa disabilitas itu sendiri

    BalasHapus
  4. Menurut pendapat saya
    Penerapan/pelaksanaan kurikulum 2013 di SLB memang sedikit berbeda dengan sekolah umum. Dalam K-13, pendidikan tidak hanya berupa pemberian materi pelajaran tapi ditambah dengan pendidikan nilai dan norma. Kurikulum ini terbilang sulit bagi SLB, untuk itulah SLB akan memberlakukan metode pembelajaran khusus, guru bertatapan langsung dengan siswa dalam setiap proses belajar mengajar. Sehingga penanaman nilai dan norma pada kurikulum ini dapat diterapkan pada murid SLB meski hanya menggunakan indera yang terbatas. Dan setiap siswa tidak boleh meninggalkan mata pelajaran walaupun cuman 1 (penjaskes), maka dari itu kita sebagai guru harus bisa kreatif untuk menggantikan kegiatan yang tidak bisa siswa kerjakan karena keterbatasannya seperti cacat kaki, bisa juga diberikan dengan tugas tertulis agar dia tidak ketinggalan pelajarannya.

    BalasHapus
  5. Kurikulum yang digunakan itu sama saja. Hanya saja pelaksanaannya dan penerapannya yang berbeda karena harus menyesuaikan kebutuhan yang ada di setiap sekolah dan yang perlu diperhatikan berbagai aspek seperti latar belakang psikologis peserta didik, lingkungan, teknologi pendukung, dan lain sebagainya.

    BalasHapus
  6. Saya kan mencoba menjawab permasalahan yang ketiga,
    Satu mata pelajaran tidak boleh ditinggalkan dalam proses pembelajaran, harus tetap dilaksanakan. Namun, untuk anak disabilitas untuk pelajaran olahraga tidak selalu berlaku fisik, mata pelajaran olahraga terdapat juga materi-materi yang harus dipahami. Sehingga alternatif untuk anak disabilitas yang tidak perlu mengikuti kegiatan fisik dalam mata pelajaran olahraga adalah penugasan materi-materi dari proses olahraga fisik yang dilakukan oleh siswa lai. Tapi sebaiknya anak berkebutuhan khusus memang di sekolahkan di SLB karena d SLB fasilitas dan kegiatan belajar yang diterapkan disekolah sudah disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan siswa disabilitas

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya sependapat dengan ini dan siswa yang berada di SLB mendapatkan perhatian khusus seperti
      1. Mendapatkan pelayanan khusus yang sesuai dengan kemampuannya
      2. Di kelas kemampuannya disesuaikan dengan teman – temannya, hal ini memudahkan untuk memberikan pelayanan
      3. Orangtua lebih memahami dan lebih ikhlas dalam mengasuh karena kondisinya di SLB beragamnya kondisi sehingga menjadikan orang tua lebih termotivasi
      4. Mendapatkan program khusus yang sesuai dengan kemampuannya yang sudah di susun dalam kurikulum

      Hapus
  7. kurikulum yang diterapkan di SLB tetaplak kurikulum 2013. Namun dalm implementasinya yang berbeda. Kompetensi dalam Kurikulum 2013 Pendidikan Khusus dirumuskan dalam Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Kompetensi Inti (KI), dan Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi dalam Kurikulum 2013 Pendidikan Khusus mencangkup tiga ranah yang memiliki lintasan perolehan (proses psikologis) yaitu

    Ranah sikap yang dapat diperoleh melalui aktivitas “menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan”.
    Ranah pengetahuan Pengetahuan dapat diperoleh melalui aktivitas “mengingat, memahami, menerapkan,menganalisis, mengevaluasi, mencipta”, dan
    Ranah keterampilan dapat diperoleh melalui aktivitas “mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta”.
    untuk anak yg cacat tadi, bisa diberi alternatif tugas tambahan lain. tentu kita tidak mungkin memaksakan sesuatu, yang sudah jelas-jelas tidak mampu dia laksanakan.

    BalasHapus
  8. Rahmah Widia:
    Kurikulum yang digunakan di SDLB adalah kurikulum yang digunakan di SLB untuk tingkat dasar yang disesuikan dengan kekhususannya. Kegiatan belajar dilakukan secara individual, kelompok, dan klasikal sesuai dengan ketunaan masing-masing. Pendekatan yang dipakai juga lebih ke pendekatan individualisasi. Selain kegiatan pembelajaran, dalam rangka rehabilitasi di SDLB juga diselenggarakan pelayanan khusus sesuai dengan ketunaan anak. Anak tunanetra memperoleh latihan menulis dan membaca braille dan orientasi mobilitas; anak tunarungu memperoleh latihan membaca ujaran, komunikasi total, bina persepsi bunyi dan irama; anak tudagrahita memperoleh layanan mengurus diri sendiri; dan anak tunadaksa memperoleh layanan fisioterapi dan latihan koordinasi motorik.

    Menanggapi anak yg berkebutuhan khusus sekolah di sekolah normal yaitu olahraga tidak boleh ditinggalkan (harus tetap dilaksanakan namun, untuk anak disabilitas sebagai guru kita bisa menilai siswa tsb dengan sara memberikan tugas tertulis pengganti kegiatan fisik, sedangkan untuk ujian/ulangan kegiatan fisik bisa dilaksanakan dengan tertulis juga sehingga tidak ada mata pelajaran yang harus ditinggalkan anak tsb jika bersekolah disekolah umum.

    BalasHapus
  9. untuk anak yang kebutuhan khusus tidak ada larangan untuk mereka sekolah ditempat sekolah umum. untuk penerapan k13 mungkin aspek yang berbeda dengan anak alainnya seperti penilaian oleh guru.

    BalasHapus
    Balasan
    1. meluruskan komentar esa, bahwa untuk anak yang berkebutuhan khusus tidak bisa bergabung dengan sekolah umum, melainkan harus di sekolah anak berkebutuhan khusus

      Hapus

Posting Komentar