Landasan Filosofis Pengembangan Kurikulum (Ontologi)
Filsafat membahas segala sesuatu yang ada bahkan yang mungkin ada baik bersifat abstrak ataupun riil meliputi Tuhan,manusia dan alam semesta.Sehingga untuk faham betul semua masalah filsafat sangatlah sulit tanpa adanya pemetaan-pemetaan dan mungkin kita hanya bisa menguasai sebagian dari luasnya ruang lingkup filsafat.
Sistematika filsafat secara garis besar ada tiga pembahasan pokok atau bagian yaitu;epistemologi atau teori pengetahuan yang membahas bagaimana kita memperoleh pengetahuan,ontologi atau teori hakikat yang membahas tentang hakikat segala sesuatu yang melahirkan pengetahuan dan aksiologi atau teori nilai yang membahas tentang guna pengetahuan.Mempelajari ketiga cabang tersebut sangatlah penting dalam memahami filsafat yang begitu luas ruang lingkup dan pembahansannya.
Ketiga teori di atas sebenarnya sama-sama membahas tentang hakikat,hanya saja berangkat dari hal yang berbeda dan tujuan yang beda pula.Epistemologi sebagai teori pengetahuan membahas tentang bagaimana mendapat pengetahuan,bagaimana kita bisa tahu dan dapat membedakan dengan yang lain.Ontologi membahas tentang apa objek yang kita kaji,bagaimana wujudnya yang hakiki dan hubungannya dengan daya pikir.Sedangkan aksiologi sebagai teori nilai membahas tentang pengetahuan kita akan pengetahuan di atas,klasifikasi,tujuan dan perkembangannya.
Ontologi adalah bidang pokok filsafat yang mempersoalkan hakikat keberadaan segala sesuatu yang ada, menurut tata hubungan sistematis berdasarkan hukum sebab-akibat. Yaitu, ada manusia, ada alam, dan ada causa prima dalam suatu hubungan menyeluruh, teratur dan tertib dalam keharmonisan. Jadi, dari aspek ontologi, segala sesuatu yang ada ini berada dalam tatanan hubungan estetis yang diliputi dengan warna nilai keindahan.
Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles. Pada masanya, kebanyakan orang belum membedaan antara penampakan dengan kenyataan. Thales terkenal sebagai filsuf yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu.
Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles. Pada masanya, kebanyakan orang belum membedaan antara penampakan dengan kenyataan. Thales terkenal sebagai filsuf yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu.
Thales merupakan orang pertama yang berpendirian sangat berbeda di tengah-tengah pandangan umum yang berlaku saat itu. Di sinilah letak pentingnya tokoh tersebut. Kecuali dirinya, semua orang waktu itu memandang segala sesuatu sebagaimana keadaannya yang wajar. Apabila mereka menjumpai kayu, besi, air, daging, dan sebagainya, hal-hal tersebut dipandang sebagai substansi-substansi (yang terdiri sendiri-sendiri). Dengan kata lain, bagi kebanyakan orang tidaklah ada pemilihan antara kenampakan (appearance) dengan kenyataan (reality). Namun yang lebih penting ialah pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu berasal dari satu substansi belaka (sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap ada berdiri sendiri).
Ontologi terdiri dari dua suku kata, yakni ontos dan logos. Ontos berarti sesuatu yang berwujud (being) dan logos berarti ilmu. Jadi ontologi adalah bidang pokok filsafat yang mempersoalkan hakikat keberadaan segala sesuatu yang ada menurut tata hubungan sistematis berdasarkan hukum sebab akibat yaitu ada manusia, ada alam, dan ada kausa prima dalam suatu hubungan yang menyeluruh, teratur, dan tertib dalam keharmonisan (Suparlan Suhartono, 2007). Ontologi dapat pula diartikan sebagai ilmu atau teori tentang wujud hakikat yang ada. Obyek ilmu atau keilmuan itu adalah dunia empirik, dunia yang dapat dijangkau pancaindera. Dengan demikian, obyek ilmu adalah pengalaman inderawi. Dengan kata lain, ontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hakikat sesuatu yang berwujud (yang ada) dengan berdasarkan pada logika semata. Pengertian ini didukung pula oleh pernyataan Runes bahwa “ontology is the theory of being qua being”, artinya ontologi adalah teori tentang wujud.
Hakikat Manusia Sebagai Subjek Pendidikan (Pendidik dan Peserta Didik)
Kajian tentang manusia sejak zaman dahulu sampai zaman sekarang belum juga berakhir dan tidak akan berakhir. Manusia merupakan makhluk yang sangat unik dengan segala kesempurnaannya. Manusia dapat dikaji dari berbagai sudut pandang, baik secara historis, antropologi, sosiologi dan lain sebagainya. Pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang spesial dari pada makhluk-makhluk ciptaan Allah yang lain.
Kajian tentang manusia sejak zaman dahulu sampai zaman sekarang belum juga berakhir dan tidak akan berakhir. Manusia merupakan makhluk yang sangat unik dengan segala kesempurnaannya. Manusia dapat dikaji dari berbagai sudut pandang, baik secara historis, antropologi, sosiologi dan lain sebagainya. Pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang spesial dari pada makhluk-makhluk ciptaan Allah yang lain.
Manusia dalam kajian kali ini lebih difokuskan kepada subjek pendidikan, bahwa dalam dunia pendidikan manusialah yang banyak berperan. Karena dilakukannya pendidikan itu tidak lain diperuntukan bagi manusia, agar tidak timbul kerusakan di bumi ini. Dalam pendidikan bahwa manusia dibagi menjadi dua kelompok, yaitu sebagai pendidik dan peserta didik.
Menurut Al-Aziz, pendidik adalah orang yang bertanggungjawab dalam menginternalisasikan nilai-nilai religius dan berupaya menciptakan individu yang memiliki pola pikir ilmiah dan pribadi yang sempurna. Masing-masing definisi tersebut, mengisyaratkan bahwa peran, tugas dan tanggungjawab sebagai seorang pendidik tidaklah gampang, karena dalam diri anak didik harus terjadi perkembangan baik secara afektif, kognitif maupun psikomotor. Dalam setiap individu terdidik harus terdapat perubahan ke arah yang lebih baik. Jika dalam ajaran Islam anak didik harus mampu menginternalisasikan ajaran-ajaran dalam dirinya, sehingga mampu menjadi pribadi yang bertaqwa dan berakhlakul karimah yang akan bahagia baik di dunia dan di akhirat.
Sedangkan anak didik (peserta didik) adalah makhluk yang sedang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing. Mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya. Pengertian tersebut berbeda apabila anak didik (peserta didik) sudah bukan lagi anak-anak, maka usaha untuk menumbuhkembangkannya sesuai kebutuhan peserta didik, tentu saja hal ini tidak bisa diperlakukan sebagaimana perlakuan pendidik kepada peserta didik (anak didik) yang masih anak-anak. Maka dalam hal ini dibutuhkan pendidik yang benar-benar dewasa dalam sikap maupun kemampuannya.
Dalam pandangan modern, anak didik tidak hanya dianggap sebagai obyek atau sasaran pendidikan, melainkan juga harus diperlakukan sebagai subyek pendidikan, dengan cara melibatkan mereka dalam memecahkan masalah dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian bahwa peserta didik adalah orang yang memerlukan pengetahuan, ilmu, bimbingan dan pengarahan. Islam berpandangan bahwa hakikat ilmu berasal dari Allah, sedangkan proses memperolehnya dilakukan melalui belajar kepada guru. Karena ilmu itu berasal dari Allah, maka membawa konsekuensi perlunya seorang peserta didik mendekatkan diri kepada Allah atau menghiasi diri dengan akhlak yang mulai yang disukai Allah, dan sedapat mungkin menjauhi perbuatan yang tidak disukai Allah.
Bertolak dari hal itu, sehingga muncul suatu aturan normatif tentang perlunya kesucian jiwa sebagai seorang yang menuntut ilmu, karena ia sedang mengharapkan ilmu yang merupakan anugerah Allah. Ini menunjukkan pentingnya akhlak dalam proses pendidikan, di samping pendidikan sendiri adalah upaya untuk membina manusia agar menjadi manusia yang berakhlakul karimah dan bermanfaat bagi seluruh alam.
Pada akhirnya, dengan memahami ontologi pendidikan tersebut, maka diharapkan bisa menumbuhkan kesadaran para pendidik dan peserta didik untuk menjalankan peran dan fungsinya dalam keberlangsungan pendidikan di tengah-tengah peradaban manusia yang dari waktu ke waktu semakin berkembang. Tentu pendidikan tidak akan mengalami perkembangan yang berarti dan signifikan jika tidak dibarengi oleh perkembangan manusianya. Namun, tanpa manusia, maka sistem dan pola pendidikan tidak akan pernah terwujud. Oleh sebab itu, pendidikan sebagai produk dan manusia sebagai creator-nya tidak bisa, bahkan tidak akan pernah bisa dipisahkan. Ibarat dua sisi mata uang, maka jika satu sisi saja tidak ada, maka sisi yang lain pun jadi tidak berarti. Sehingga kedua unsur ini (manusia dan pendidikan) harus selaras, sejalan dan seiring dalam gerak dan laju yang harmonis, sehingga menciptakan sebuah “irama” yang indah sekaligus menginspirasi.
Dalam kajian Filsafat Ilmu, bidang kajian filsafat ilmu ruang lingkupnya terus mengalami perkembangan, hal ini tidak terlepas dengan interaksi antara filsafat dan ilmu yang semakin intens. Pada dasarnya filsafat ilmu merupakan telaah berkaitan dengan objek apa yang di telaah oleh ilmu (ontologi), bagaimana proses pemerolehan ilmu (epistimologi), dan bagaimana proses pemerolehan ilmu (epistimologi), dan bagaimana manfaat ilmu (axiologi), oleh karena itu lingkup induk telaah filsafat ilmu adalah: ontology, epistimology, dan axiology.
Kurikulum 2013 pada dasarnya adalah untuk memperbaiki berbagai permasalahan yang timbul pada kurikulum 2006 yang sangat padat dan banyak pelajaran yang keluasan materinya melampaui tingkat perkembangan usia anak. Kurikulum 2006 juga belum sepenuhnya berbasis kompetensi yang sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Dengan kurikulum 2013 diharapkan siswa dapat meningkatkan kemampuannya secara holistik dalam sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
KAJIAN FILOSOFIS dari KURIKULUM 2013
A. Kajian Ontologi
Dikaji dengan kurikulum 2013 yaitu kurikulum atau materi baru yang akan digunakan, apakah sudah tepat jika akan di luncurkan ke sekolah-sekolah, karena tidak semua pihak sudah paham betul mengenai kurikulum 2013.
Rencana kurikulum 2013 menganut model konsep pendidikan esensialisme, yaitu model pendidikan yang berkembang di Amerika Serikat yang identik dengan masyarakat industri. Hal ini dapat dilihat dari model pendidikan yang diterapkan berbasis sains yang berorientasi pada kompetensi lulusan agar siap untuk terjun ke dunia kerja. Menurut Prof. Dr. Nana Syaodih dalam bukunya Pengembangan Kurikulum : Teori dan praktek mengungkapkan bahwa prinsip umum dalam pengembangan kurikulum adalah : a) Relevansi, b) Fleksibilitas, c)Kontionuitas, d) Praktis, e) Efektifitas. Dari segi relevansi, kurikulum 2013 bertujuan untuk menyiapkan siswa yang siap untuk hidup dan bekerja dalam masyarakat. Kurikulum ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang tercantum dalam UU No. 20 tahun 2003 yaitu untuk mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreastif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi, serta bertanggung jawab.
Dari segi fleksibilitas, kurikulum ini masih memberikan kesempatan pada sekolah ditiap daerah untuk mengembangkan pembelajaran sesuai dengan karakteristik daerah masing-masing, baik dari segi kondisi daerah, waktu, kemampuan anak, dan latar belakang peserta didik sebagaimana yang juga diterapkan pada kurikulum KTSP. Pada dasarnya, kurikulum ini terlihat sederhana, tetapi diharapkan mampu menjawab tantangan untuk mampu membekali peserta didik dalam menghadapi persaingan global di kehidupan sekarang dan masa datang.
Secara umum, Kesinambungan (kontinuitas) dalam kurikulum ini mengikuti dengan perkembangan peserta didik sesuai jenjang pendidikan yang mereka tempuh. Penjabaran tujuan yang ingin di capai dalam kurikulum juga telah dijabarkan secara terperinci. Namun, kembali lagi sebaik apapun kurikulum tanpa ada aplikasi yang tepat dan sesuai akhirnya tidak akan mendapatkan hasil yang maksimal.
Dilihat dari orientasi sains yang meyiapkan peserta didik untuk bekerja, maka akan banyak praktikum dan alat-alat yang akan digunakan. Dilihat dari kondisi infrstruktur kita sekarang dirasa kurang memadai untuk menerapkan kurikulum ini secara utuh. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penerapan kurikulum ini dirasa sangat mahal dikarenakan pembebanan biaya pendidikan akan lebih banyak di serap untuk penyediaan infrastruktur.
Dari segi efektifitas, kurikulum ini sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya mungkin akan kurang memuaskan. Hal ini dikarenakan infrastruktur yang dimiliki oleh pemerintah kurang memadai untuk melaksanakan kurikulum ini. Fasilitas seperti laboratorium tidak tersedia di setiap sekolah yang seharusnya membutuhkannya.
http://mohamadnatarmohune.blogspot.com/2013/07/pengembangan-dan-implementasi-kurikulum.html?m=1
http://ulfatulmuarifah.blogspot.com/2014/01/kurikulum-2013-dari-landasan-kajian.html?m=1
http://anakpesisirlaut.blogspot.com/2012/11/ontologi-epistemologi-dan-aksiologi.html?m=1
Dari penjabaran diatas, saya mendapatkan masalah dimana setiap waktu kurikulum akan terus mengalami perubahan yang termasuk gejolak-gejolak didalamnya. Jika didalam k13 kurikulum menuntut siswa untuk memiliki karakter, sikap, keterampilan 4c, dll, berikanlah prediksi Anda mengenai kemampuan apalagi yang mungkin dibutuhkan siswa di masa yang akan datang?
2. berdasarkan penjabaran di atas dikatakan bahwa Menurut Al-Aziz, pendidik adalah orang yang bertanggungjawab dalam menginternalisasikan nilai-nilai religius dan berupaya menciptakan individu yang memiliki pola pikir ilmiah dan pribadi yang sempurna. dengan keterkaitannya dgn k13 apakah siswa SMA di daerah Anda telah menerapkan nilai-nilai religius tsb? Bagaimana cara Anda untuk dapat mengajak siswa untuk selalu melihat kepada "Tuhan" sementara arus globalisasi kian marak dan siswa/anak" lebih memilih untuk mengikuti trend dari kalangan yang bukan "pendidikan"?
ingin mencoba menjawab nomor 2 cara kita sebagai guru dalam mengajar agar siswa tetap berpegang kepada kepercayaan nya masing-masing yaitu dengan menerapkan dari tujuan KI 1 dalam kurikulum. karena dalam KI 1 semua mata pelajaran mengajarkan tentang kepercayaan kepada agamanya masing-masing dalam belajar untuk memperoleh suatu ilmu yang bermanfaat. contohnya KI 1 dalam kurikulum 2013 yaitu dimana dalam KI 1 nya ingin siswa menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. dan di bagi lagi menajdi 3 KD dalam KI 1 yaitu ingin siswa mengagumi keteraturan dan kompleksitas ciptaan Tuhan tentang keanekaragaman hayati, ekosistem, dan lingkungan hidup, dari KD pertama ini guru bisa membawa siswa belajar kedalam kehidupan sehari-hari untukmembuktikan bahwa teori yang dipelajarinya ada di dalam kehidupan nyata dan itu tidak terlepas dari ciptaan Tuhan yang beragam hayati nya , ekosistem dan lingkungan hidup.
BalasHapusjadi dalam proses mengajar baik perkembangan teknologi yang semakin maju ini itu semua tidak terlepas dari keagungan ciptaan Tuhan.
benar sekali kita harus bisa menyampaikan tujuan dari KI 1 tsb, namun contoh konkrit guru seperti apa dlm hal mengajak prilaku tsb, dan siswa pun menganggap nya sebagai kebutuhan?
Hapussaya akan menjawab soal nomor 2, untuk hubungan dengan Allah itu berawal dari orang tua, jika didalam diri mereka terbentuk sikap orang beragama maka disekolahpun mereka akan beretika baik. akan tetapi pengaruh globalisasi tidak dipungkiiri turut menyumbang dampak negatif kepada anak2. kl untuk melihat kepada tuhan itu tergantung kepada diri mereka sendiri, sejauh mana mereka dapat membentengi diri mereka dengan arus globalisasi. kl guru sekedar mengarahkan tp yg menjalankan mereka.
BalasHapussekiranya anak masih bingung dan tidak tau mana batasan" dalam hal" yang dilarang, bagaimana Anda menyikapinya?
Hapussemua anak itu saya rasa tau cuma dia tidak menyepelekannya. seperti merokok dia tau bahwa itu menyebabkan berbagai macam kesehatan, tp apa yang terjadi? mereka ttp merokok.. itu artinya anak tau
HapusIsi KI 1: Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya, Lalu penjabaran di KD, salah satunya Meyakini adanya Allah SWT Yang Maha Mencipta segala yang ada di alam. Suatu cara agar dapat mempengaruhi siswa untuk selalu melihat kepada "Tuhan" sementara arus globalisasi kian marak dan siswa lebih memilih untuk mengikuti trend dari kalangan yang bukan "pendidikan" yakni dengan menerapkan KD yang dijelaskan sebelumnya dan selalu menghadirkan Kebesaran Sang Pencipta di setiap proses pembelajaran. Misalnya, dalam pembelajaran kimia kita mempelajari tentang Ikatan Kimia, dimana suatu unsur di alam tidak dapat berdiri sendiri dan harus berikatan dengan unsur lainnya untuk mencapai kestabilan membentuk suatu senyawa bahkan materi yang seperti saat ini kita gunakan seperti kursi, meja, material laptop, dll. Maka diperlukanlah unsur dengan keelektronegatifan berbeda agar bisa berikatan dan membentuk suatu senyawa bahkan materi agar dapat memperoleh manfaat yang lebih besar ketimbang unsur tersebut berdiri sendiri. Berdasarkan kemampuan unsur dalam berikatan kita bisa melihat kebesaran Sang Pencipta, betapa adilnya Tuhan menciptakan segala benda dimuka bumi ini, apabila unsur tersebut berdiri sendiri maka kita tidak bisa memperoleh manfaat yang lebih besar seperti barang yang saat ini kita gunakan.
BalasHapusapa yang akan terjadi jika anak menganggap cerita kita mengenai kebesaran Tuhan adalah hal yang biasa? konkritya apa yang harus dilakukan oleh guru dan orang tua?
HapusSaya akan mencoba mnanggapi pertanyaan saudari rina, apa yang akan terjadi jika anak menganggap cerita kita mengenai kebesaran Tuhan adalah hal yang biasa?
HapusTentunya ini sangat berbahaya jika kita lihat kearah yang yang negatif, tetapi jika siswa melihat dari sisi yang positif bisa jadi siswa lebih banyak membaca mengenai keEsaan tuhan, jadi dia anggap biasa tapi tidak menyepelekan.
konkritya apa yang harus dilakukan oleh guru dan orang tua?
Ya tentunya harus diberikan motivasi yang lebih jika siswa yang merepon kearah yang negatif atau menyepelekan yg di sampaikan kepadanya, bahwasanya yang ia lakukan itu tidak baik.
saya akan mencoba menjawab pertanyaan rina yakni masalah dimana setiap waktu kurikulum akan terus mengalami perubahan yang termasuk gejolak-gejolak didalamnya. Jika didalam k13 kurikulum menuntut siswa untuk memiliki karakter, sikap, keterampilan 4c, dll, berikanlah prediksi Anda mengenai kemampuan apalagi yang mungkin dibutuhkan siswa di masa yang akan datang? menurut saya yang nantinya dibutuhkan anak didik di masa depan yakni seperti yang sering kita singgung dalam perkuliahan yakni competitive skill,karena dizaman yang serba maju saat ini individu itu dituntut untuk mampu bersaing secara global baik itu dengan hard skill maupun softskill, dan untuk mengasah kemampuan itu, peran guru sangat lah penting. jika semua skill yang dimiliki anak telah mumpuni dan secara moral dan mental mampu bersaing dengan anak yang lain maka ia akan dapat menunjukkan eksistensinya yang dengan 4c yang telah dimiliki dapat diakui oleh orang lain dimanapun ia berada
BalasHapussaya setuju dengan pendapat kak rini mengenai kemapuan yang harus dimiliki siswa untuk dimasa depan adalah competitive skill, dimana bila kemampuan ini terus dilatih maka siswa akan terus berusaha untuk bisa lebih dari yang lain, untuk tidak tertinggal dari yang lain dan untuk terus berbeda dari yang lain. sehingga secara tidak langsung siswa akan berpikir kritis dan kreatif untuk dapat melakukan hal tersebut. bila hal ini terus terjadi maka penerapan kemapuan 4C dan HOTS pun akan ikut mengiringi.
Hapussya juga sependapat dengan kak rini dan fira,, tetapi apakah dengan adanya competitive skill yang dituntut ini benar" bisa terealisasi di Indonesia? dimana sebagian besar siswa masih sungkan untuk mengikuti lomba bahkan ekstrakulikuler yg mampu mengasah compwtitive skill ini
HapusMenurut saya bisa. Karena banyaknya strategi dan metode2 guru untuk mengajarm salah satuny dgn memberi reward kepada siswa yang berprestasi. Maka siswa akan merasa adanya jiwa kompetitif.
Hapusmenurut saya bisa terealisasi di indonesia karna bisa kita lihat dari strategi, model, metode dan taktik yang digunakan guru untuk mengajar seperti misalnya dengan memberikan siswa berupa penghargaa atas apa yang mereka raih sehingga menimbulkan suatu semngat tersendiri bagi siswa dalam belajar sehingga terus ingin mendapatkan penghargaan jadi mereka terus berkompetisi
HapusUntuk permadalahan ke dua menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya itu juga merupakan cara kita menerapkan nilai-nilai religius siswa, dan juga dalam proses pembelajaran kita sering-sering mengaitkan dengan tuhan bahwa semua yang ada adalah ciptaan-Nya.
BalasHapusiya terimakasih atas pendapatnya,, namun jika hanya seperti itu siswa belum tentu bisa menerapkan? lalu gimana solusinya?
HapusKemerosotan akhlak pada peserta didik disebab-kan karena kurang tertanamnya pendidikan agama yang kuat. Ada beberapa faktor yang menyebabkan kurang tertanamnya pendidikan agama yang kuat bagi anak yaitu dari faktor keluarga, lingkungan, dan sekolah. Selain kurangnya pendidikan agama bagi anak ada faktor lain yaitu kurangnya penanaman karakter yang dilakukan sejak dini. Selain pendidikan formal, pendidikan informal sebenarnya memiliki peran yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikan anak.
BalasHapusPenanaman karakter religius dapat dikembangkan melalui tiga model pendidikan karakter yaitu: ter-integrasi dalam mata pelajaran, pembudayaan sekolah, ekstrakurikuler. Adapun penjabaran dari ketiga model pendidikan karakter sebagai berikut: Penanaman karakter religius melalui integrasi dalam mata pelajaran. Dalam konteks ini mata pelajaran yang memfokuskan untuk menanamkan karakter religius yaitu pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Namun demikian, dalam setiap mata pelajaran guru berhak menyisipkan pendidikan karakter pada peserta didik. Sehingga semua aspek saling mendukung dan memiliki tujuan yang sama.
Perencanaan pendidikan karakter dilakukan pada saat penyusunan rencana pembelajaran. Penyusunan perencanaan pembelajaran dalam bentuk silabus dan RPP. Berdasarkan penelusuran dokumen dalam setiap RPP terkandung nilai-nilai pendidikan karakter. Terkait dengan materi penanaman karakter yang akan disampaikan guru, telah tersusun rapi dan jelas dalam RPP (rencana pelaksanaan pembelajaran). Sehingga selama proses belajar mengajar akan mempermudah guru dalam menyampaikan materi yang di dalamnya terdapat karakter. Budaya sekolah merupakan seluruh pengamalan psikologis para peserta didik baik yang bersifat sosial, emosional maupun intelektual yang diserap oleh mereka selama berada di lingkungan sekolah.
saya sependapat dengan kakak rahmah, perencanaan pendidikan karakter dilakukan pada saat penyusunan rencana pembelajaran. Penyusunan perencanaan pembelajaran dalam bentuk silabus dan RPP. Berdasarkan penelusuran dokumen dalam setiap RPP terkandung nilai-nilai pendidikan karakter. Terkait dengan materi penanaman karakter yang akan disampaikan guru, telah tersusun rapi dan jelas dalam RPP (rencana pelaksanaan pembelajaran). Sehingga selama proses belajar mengajar akan mempermudah guru dalam menyampaikan materi yang di dalamnya terdapat karakter. Budaya sekolah merupakan seluruh pengamalan psikologis para peserta didik baik yang bersifat sosial, emosional maupun intelektual yang diserap oleh mereka selama berada di lingkungan sekolah. Penanaman karakter religius dapat dikembangkan melalui tiga model pendidikan karakter yaitu: ter-integrasi dalam mata pelajaran, pembudayaan sekolah, ekstrakurikuler. Adapun penjabaran dari ketiga model pendidikan karakter sebagai berikut: Penanaman karakter religius melalui integrasi dalam mata pelajaran.
HapusSaya akan menjawab permasalahan yang kedua,
BalasHapusDi dalam kurikulum 2013 nilai-nilai keagamaan atau religius sudah sangat jelas dirincikan di dalam karena dalam KI 1 semua mata pelajaran mengajarkan tentang kepercayaan kepada agamanya masing-masing dalam belajar untuk memperoleh suatu ilmu yang bermanfaat.
Nah dr KI 1 ini penerapan nilai religius menghayati kepercayaan/agama masing2 bisa kita lihat dalam keseharian siswa, contohnya yg beragama islam seperti mengucap salam ketika masuk kelas, berdoa sebelum memulai pelajaran, sholat zuhur dimesjid sekolah saat jam sholat,
Untuk menguhubungkan isi dari pembelajaran dgn kepercayaan siswa masing-masing tergantung kreatifitas guru mengkaitkan materi2 yg dibahas dengan kuasa Allah / Tuhan
Contohnya seperti materi hidrokarbon, siswa mungkin bertanya-tanya untuk apa kita mempelajari atom C dan H yg rantai panjang2 dan pendek ini buk? Untuk apa kmi mempelajari nama-nama hidrokarbon yang rumit ini buk? Mereka butuh jawaban pasti dan guru yg kreatif lah yg harus mampu mengaitkan dengan kekuasaan Tuhan yg mereka percaya.
Siswa lebih menyukai jawaban yg pasti dan masuk akal, walapun bnyaknya label2 trend zaman now arus globalisasi, tugas guru tetap harus membuat belajar itu menyenangkan dan berikan mereka jawaban semenarik mungkin.
Contoh jawabnnya :
Atom C dan H yg panjang-panjang itu kita bahas karna salah satu faktor yang buat kamu bisa sampao ke sekolah ini, kamu pake sehari-hari untuk menghidupkan motor, motor tidak bisa berjalan tanpa minyak, nah minyak itulah yang ada kandungan atom C dan H, bukan satu atau 2 atom C dan H di dalam minyak itu, sangat lah banyak, bisa dihitung jumlahnya? Tidak bisa kenapa? Karna tak terhitung banyaknya itulah kuasa sang pencipta yang menciptakan dan kita menggunakan,kita cm bisa menemukan dan menentukan jenisnya saja, karna ilmu manusia terbatas sedanglan kemampuan tuhan tidka terbatas 😊
terimakaaih atas penjelasannya, jika guru nya benar" menerapkan RPP itu bisa terlaksana. tapi jika guru malas menggunakan RPP bagaimana nilai" tsb, dpt sampai ke peserta didik?
HapusPenanaman karakter religius dapat dikembangkan melalui tiga model pendidikan karakter yaitu: ter-integrasi dalam mata pelajaran, pembudayaan sekolah, ekstrakurikuler. Adapun penjabaran dari ketiga model pendidikan karakter sebagai berikut: Penanaman karakter religius melalui integrasi dalam mata pelajaran. Dalam konteks ini mata pelajaran yang memfokuskan untuk menanamkan karakter religius yaitu pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Namun demikian, dalam setiap mata pelajaran guru berhak menyisipkan pendidikan karakter pada peserta didik. Sehingga semua aspek saling mendukung dan memiliki tujuan yang sama.
BalasHapus