LANDASAN PSIKOLOGI PENGEMBANGAN KURIKULUM


1. LATAR BELAKANG
Pendidikan senantiasa berkaitan dengan perilaku manusia, dalam proses pendidikan itu terjadi interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, baik lingkungan yang bersifat fisik maupun lingkungan sosial. Melalui pendidikan diharapkan adanya perubahan perilaku peserta didik menuju kedewasaan, baik dewasa dari segi fisik, mental, emosional, moral, intelektual maupun sosial. Harus diingat bahwa walaupun pendidikan dan pembelajaran adalah upaya untuk merubah perilaku manusia, akan tetapi tidak semua perubahan perilaku manusia / peserta didik mutlak sebagai akibat dari intervensi program pendidikan. Perubahan perilaku peserta didik ada yang diperoleh melalui proses kematangan atau pengaruh dari luar program pendidikan.
Kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan / program pendidikan, sudah pasti berhubungan dengan proses perubahan perilaku peserta didik. Dengan adanya kurikulum diharapkan dapat membentuk tingkah laku baru berupa kemampuan atau kompetensi aktual maupun potensial dari setiap peserta didik, serta kemampuan-kemampuan baru yang dimiliki dalam waktu yang relatif lama. Mengingat kurikulum merupakan suatu program pendidikan yang berfungsi sebagai alat untuk merubah perilaku peserta didik (siswa) kearah yang diharapkan oleh pendidikan, maka tentu saja dalam mengembangkan kurikulum pendidikan harus menggunakan asumsi-asumsi atau landasan yang bersumber dari studi ilmiah bidang psikologi. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungan dengan lingkuingan, sedangkan kurikulum adalah upaya menentukan program pendidikan untuk merubah perilaku manusia. Oleh sebab itu dalam mengembangkan kurikulum harus dilandasi oleh psikologi sebagai acuan dalam menentukan apa dan bagaimana perilaku peserta didik itu harus dikembangkan. Peserta didik adalah individu yang sedang berada dalam proses perkembangan, seperti perkembangan dari segi fisik, intelektual, sosial, emosional, moral, dan lain sebagainya. Tugas utama pendidik / guru adalah membantu mengoptimalkan perkembangan peserta didik tersebut. Sebenarnya tanpa pendidikan-pun, anak akan mengalami perkembangan, akan tetapi melalui pendidikan perkembangan anak tersebut akan lebih optimal baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
Oleh karena itu melalui penerapan landasan psikologi dalam pengembangan kurikulum, tiada lain agar upaya pendidikan yang dilakukan dapat menyesuaikan dengan hakikat peserta didik, baik penyesuaian dari segi materi atau bahan yang harus disampaikan, penyesuaian dari segi proses penyampaian atau pembelajarannya, dan penyesuaian dari unsur-unsur upaya pendidikan lainnya. Karakteristik perilaku setiap individu pada berbagai tingkatan perkembangan merupakan kajian dari psikologi perkembangan, dan oleh karena itu dalam pengembangan kurikulum yang senantiasa berhubungan dengan program pendidikan untuk kepentingan peserta didik, maka landasan psikologi mutlak harus dijadikan dasar dalam upaya pengembangannya.
Perkembangan yang dialami oleh peserta didik pada umumnya diperoleh melalui proses belajar. Guru atau pendidik selalu mencari upaya untuk dapat membelajarkan anak. Cara belajar dan mengajar yang bagaimana agar dapat memberikan hasil yang optimal, tentusaja memerlukan pemikiran mendalam, yaitu dilihat dari kajian psikologi belajar.
Pada hakikatnya setiap individu mengalami perkembangan, yaitu perubahan-perubahan yang teratur sejak dari pembuahan sampai mati. Perubahan pada individu dapat terjadi melalui proses kematangan (maturation), dan melalui proses belajar (learning). Kedua model perubahan yaitu kemtangan dan karena proses belajar termasuk kedalam kajian psikologi, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Oleh karena itu sangat naif, jika berbicara proses mengembangkan suatu kurikulum baik pada tatanan kurikulum ideal maupun kurikulum dalam dimensi operasional (pembelajaran) tidak memakai kajian psikologis sebagai dasar pijakan atau landasan berpikir (konsep) maupun dalam prakteknya.
Dari uraian di atas terdapat dua cabang psikologi yang sangat penting diperhatikan di dalam pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi belajar memberikan sumbangan terhadap pengembangan kurikulum terutama berkenaan dengan bagaimana kurikulum itu diberikan kepada siswa dan bagaimana siswa harus mempelajarinya, berarti berkenaan dengan strategi pelaksanaan kurikulum. Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi kurikulum yang diberikan kepada siswa, baik tingkat kedalaman dan keluasan materi, tingkat kesulitan dan kelayakannya serta kebermanfaatan materi senantiasa disesuaikan dengan tarap perkembangan peserta didik.
1. Perkembangan Peserta didik dan Kurikulum.
Anak sejak dilahirkan sudah memperlihatkan keunikan-keunikan, seperti pernyataan dirinya dalam bentuk tangisan atau gerakan-gerakan tertentu. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebenarnya sejak lahir anak telah memiliki potensi untuk berkembang. Bagi aliran yang sangat percaya dengan kondisi tersebut sering menganggap anak sebagai orang dewasa dalam bentuk kecil.
 J.J. Rousseau, seorang ahli pendidikan bangsa prancis, termasuk yang fanatik berpandangan seperti itu. Dewasa dalam bentuk kecil mengandung makna bahwa anak itu belum sepenuhnya memiliki potensi yang diperlukan bagi penyesuaian diri terhadap lingkungannya, ia masih memerlukan bantuan untuk berkembang ke arah kedewasaan yang sempurna. Rousseau memberi tekanan kepada kebebasan berkembang secara mulus menjadi orang dewasa yang diharapkan. Istilah yang dipakainya adalah kembali ke alam, kembali ke kodrat atau pembawaan sejak lahir. Ia berpendapat bahwa segala sesuatu itu adalah baik dari tangan Tuhan akan tetapi akan menjadi rusak karena tangan manusia. Pendidikan itu harus menghormati anak sebagai makhluk ynag memiliki potensi alamiah. Rousseau percaya bahwa anak harus belajar dari pengalaman langsung. Jadi dalam hal ini intervensi atau campur tangan pendidikan tidak terlalu mendominasi.
Pendapat lain mengatakan bahwa perkembangan anak itu adalah hasil dari pengaruh lingkungan. Anak dianggap sebagai kertas putih, dimana orang-orang disekelilingnya dapat bebas menulis kertas tersebut. Pandangan ini bertentangan dengan pandangan di atas, di mana justru aspek-aspek di luar anak/ lingkungannya lebih banyak mempengaruhi perkembangan anak menjadi individu yang dewasa. Pandangan ini sering disebut teori Tabularasa dengan tokohnya yaitu John Locke.
Selain kedua pandangan tersebut, terdapat pandangan yang menyebutkan bahwa perkembangan anak itu merupakan hasil perpaduan antara pembawaan dan lingkungan. Aliran ini mengakui akan kodrat manusia yang memiliki potensi sejak lahir, namun potensi ini akan berkembang menjadi baik dan sempurna berkat pengaruh lingkungan. Aliran ini disebut aliran konvergensi dengan tokohnya yaitu William Stern. Pandangan yang terakhir ini dikembangkan lagi oleh Havighurst dengan teorinya tentang tugastugas perkembangan (developmental tasks). Tugas-tugas perkembangan yang dimaksud adalah tugas yang secara nyata harus dipenuhi oleh setiap anak/individu sesuai dengan taraf/tingkat perkembangan yang dituntut oleh lingkungannya. Apabila tugas-tugas itu tidak terpenuhi, maka pada taraf perkembangan berikutnya anak/individu tersebut akan mengalami masalah. Melalui tugas-tugas ini, anak akan berkembang dengan baik dan beroprasi secara kumulatif dari yang sederhana menuju kearah yang lebih kompleks. Namun demikian, objek penelitian yang dilakukan oleh Havighurst adalah anak-anak Amerika, jadi kebenarannya masih perlu diteliti dan dikaji dengan cermat disesuaikan dengan anak-anak indonesia yang memiliki kondisi lingkungan yang berbeda. Pandangan tentang anak sebagai makhluk yang unik sangat berpengaruh terhadap pengembangan kurikulum pendidikan.
Setiap anak merupakan pribadi tersendiri, memiliki perbedaan disamping persamaannya. Implikasi dari hal tersebut terhadap pengembangan kurikulum yaitu:
1) Setiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat, dan kebutuhannya.
2) Di samping disediakan pelajaran yang sifatnya umum (program inti) yang wajib dipelajari setiap anak di sekolah, disediakan pula pelajaran pilihan yang sesuai dengan minat anak.
3) Kurikulum disamping menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik. Bagi anak yang berbakat dibidang akademik diberi kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya.
4) Kurikulum memuat tujuan-tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai / sikap, dan keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan batin. Implikasi lain dari pengetahuan tentang anak terhadap proses pembelajaran (actual curriculum) dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara operasional selalu berpusat kepada perubahan tingkah laku peserta didik.
2) Bahan/materi yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, minat dan perhatian anak, bahan tersebut mudah diterima oleh anak.
3) Strategi belajar mengajar yang digunakan harus sesuai dengan taraf perkembangan anak.
4) Media yang dipakai senantiasa dapat menarik perhatian dan minat anak.
5) Sistem evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang menyeluruh dan berkesinambungan dari satu tahap ke tahap yang lainnya dan dijalankan secara terus menerus.
2. Psikologi Belajar dan Kurikulum
Psikologi belajar merupakan suatu cabang ilmu yang mengkaji bagaimana individu belajar. Belajar dapat diartikan sebagai perubahan perilaku yang terjadi melalui pengalaman. Segala perubahan perilaku baik yang bebrbentuk kognitif, afektif, maupun psikomotor dan terjadi karena proses pengalaman dapat dikategorikan sebagai perilaku belajar. Perubahan-perubahan perilaku yang terjadi secara insting atau terjadi karena kematangan, atau perilaku yang terjadi secara kebetulan, tidak termasuk belajar. Memahami tentang psikologi / teori belajar merupakan bekal bagi para guru dalam tugas pokoknya yaitu membelajarkan anak. Psikologi atau teori belajar yang berkembang pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam tiga rumpun, yaitu: Teori Disiplin Mental atau teori Daya (Faculty Theory), Behaviorisme, dan Organismik atau Cognitive Gestalt Field.
1) Menurut teori Daya (disiplin mental) dari kelahirannya (heredities) anak/ individu telah memiliki potensi-potensi atau daya-daya tertentu (faculties) yang masing-masing memiliki fungsi tertentu, seperti potensi/daya mengingat, daya berpikir, daya mencurahkan pendapat, daya mengamati, daya memecahkan masalah, dan daya-daya lainnya. Daya-daya tersebut dapat dilatih agar dapat berfungsi dengan baik. Daya berpikir anak sering dilatih dengan pelajaran berhitung / matematika misalnya, daya mengingat dilatih dengan menghapalkan sesuatu. Daya-daya yang telah terlatih dapat dipindahkan ke dalam pembentukan daya-daya lain. Pemindahan (transfer) ini mutlak dilakukan melalui latihan (drill), karena itu pengertian mengajar menurut teori ini adalah melatih peserta didik dalam daya-daya itu, cara mempelajarinya pada umumnya melalui hapalan dan latihan. 2) Rumpun teori belajar kedua yaitu Behaviorisme. Rumpun teori ini mencakup tiga teori, yaitu teori Koneksionisme atau teori Asosiasi, teori Konditioning, dan teori Reinforcement (Operant Conditioning). Rumpun teori Behaviorisme berangkat dari asumsi bahwa individu tidak membawa potensi sejak lahir. Perkembangan individu ditentukan oleh lingkungan (keluarga, sekolah, masyarakat). Rumpun teori ini tidak mengakui sesuatu yang sifatnya mental, perkembangan anak menyangkut hal-hal nyata yang dapat dilihat dan diamati.
2) Teori Koneksionisme atau teori Asosiasi adalah teori yang paling awal dari rumpun Behaviorisme. Menurut teori ini kehidupan tunduk kepada hukum stimulus-respon atau aksi-reaksi. Belajar pada dasarnya merupakan hubungan antara stimulus-respon. Belajar merupakan upaya untuk membentuk hubungan stimulus-respon sebanyak-banyaknya. Tokoh utama dari teori ini yaitu Edward L. Thorndike yang memunculkan tiga teori belajar, yaitu: “Law of Readiness, Law of Exercise, dan Law of Effect”. Menurut hukum kesiapan (Readiness), hubungan antara stimulus dengan respon akan terbentuk atau mudah terbentuk apabila telah ada kesiapan pada sistem syaraf individu. Hukum latihan atau pengulangan (exercise/repetition), hubungan antarastimulus dan respon akan terbentuk apabila sering dilatih atau diulang-ulang. Hukum akibat (effect), hubungan stimulus dan respon akan terjadi apabila ada akibat yang menyenangkan.
3) Teori belajar yang ketiga yaitu teori Organismik atau Gestalt. Teori ini mengacu kepada pengertian bahwa keseluruhan lebih bermakna dari pada bagian-bagian, keseluruhan bukan kumpulan dari bagian-bagian. Manusia dianggap sebagai makhluk organisme yang melakukan hubungan timbal balik dengan lingkungan secara keseluruhan, hubungan ini dijalin oleh stimulus dan respon. Menurut teori ini, stimulus yang hadir itu diseleksi menurut tujuannya, kemudian individu melakukan interaksi dengannya dan seterusnya terjadi perbuatan belajar. Bertentangan dengan teori Koneksionisme / Asosiasi, peran guru yaitu sebagai pembimbing bukan penyampai pengetahuan, siswa berperan sebagai pengelola bahan pelajaran. Belajar berlangsung berdasarkan pengalaman yaitu kegiatan interaksi antara individu dengan lingkungannya. Belajar menurut teori ini bukanlah menghapal akan tetapi memecahkan masalah, dan metode belajar yang dipakai adalah metode ilmiah dengan cara anak dihadapkan pada berbagai permasalahan, merumuskan hipotesis atau praduga, mengumpulkan data yang diperlukan untuk memecahkan masalah, menguji hipotesis yang telah dirumuskan, dan pada akhirnya para siswa dibimbing untuk menarik kesimpulan-kesimpulan. Teori ini banyak mempengaruhi praktek pengajaran di sekolah karena teori ini memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:
Belajar berdasarkan keseluruhan
Dalam belajar siswa mempelajari bahan pelajaran secara keseluruhan, bahan bahan dirinci ke dalam bagian-bagian itu kemudian dipelajari secara keseluruhan, dihubungkan satu dengan yang lain secara terpadu. Dalam mereaksi bahan yang dianggapnya sebagai perangsang, dipelajarinya olehpikirannya, perasaannya, mentalnya, spiritualnya dan oleh seluruh aspek tingkah lakunya. Pelajaran yang diberikan kepada siswa bersumber pada suatu masalah atau pokok yang luas yang harus dipecahkan oleh siswa. Siswalah yang mengolah bahan pelajaran itu, siswa mereaksi seluruh pelajaran oleh keseluruhan jiwanya.
Belajar adalah pembentukan kepribadian. Anak dipandang sebagai makhluk keseluruhan, anak dibimbing untuk memperoleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara berimbang. Ia dibina untuk menjadi manusia seutuhnya yaitu manusia yang memiliki keseimbangan lahir dan batin antara pengetahuan dengan sikapnya dan antara sikap dengan keterampilannya. Seluruh kepribadiannya diharapkan utuh melalui program pengajaran yang terpadu.
Belajar berkat pemahaman. Menurut aliran Gestalt bahwa belajar itu adalah proses pemahaman. Pemahaman mengandung makna penguasaan pengetahuan, dapat menyelaraskan dengan sikapnya dan keterampilannya. Dapat pula diartikan bahwa pemahaman itu adalah kemudahan dalam menemukan sesuatu, pemecahan masalah. Keterampilan menghubung-hubungkan bagian-bagian pengetahuan untuk diperoleh sesuatu kesimpulan merupakan salah satu wujud pemahaman.
Belajar berdasarkan pengalaman. Sebagaimana dikemukakan bahwa belajar itu adalah pengalaman. Proses belajar itu adalah bekerja, mereaksi, memahami dan mengalami. Dalam belajar itu siswa aktif. Siswa mengolah bahan pelajaran melalui diskusi, tanya jawab, kerja kelompok, demonstrasi, survey lapangan, karyawisata atau belajar membaca di perpustakaan.
Belajar adalah suatu proses perkembangan. Dalam hubungan ini ada tiga teori yang perlu diketahui guru, yaitu: perkembangan anak merupakan hasil dari pembawaan, perkembangan anak merupakan hasil lingkungan, dan perkembangan anak merupakan hasil keduanya. Perpaduan kedua pandangan itu melahirkan teori tugas perkembangan (developmental task) yang digagas oleh Havighurst.
Belajar adalah proses berkelanjutan. Belajar itu adalah proses sepanjang masa. Manusia tidak penah berhenti belajar walaupun sudah tua sekalipun, maka ia selalu melakukan proses belajar. Hal itu dilakukan karena faktor kebutuhan. Belajar itu adalah proses kegiatan interaksi antara dirinya dengan lingkungannya yang dilakukan dari sejak lahir sampai meninggal, karena itu belajar merupakan proses berkesinambungan. Untuk mempertahankan prinsip ini maka kurikulum menganjurkan untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar tidak terbatas pada kurikulum yang tersedia, tetapi juga kurikulum yang sifatnya ekstra untuk memenuhi kebutuhan para siswa. Belajar akan lebih berhasil jika dihubungkan dengan minat, perhatian dan kebutuhan siswa. Keberhasilan belajar tidak seluruhnya ditentukan oleh kemampuan siswa, akan tetapi juga oleh minatnya, perhatiannya, dan kebutuhannya. Dalam kaitan dengan hal ini maka faktor motivasi sangat menentukan.
Kurikulum sebagai program dan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, senantiasa berhubungan dengan proses perubahan perilaku peserta didik. Mengingat kurikulum merupakan suatu program pendidikan yang berfungsi sebagai alat untuk merubah perilaku peserta didik (siswa) kearah yang diharapkan oleh pendidikan, maka tentu saja dalam mengembangkan kurikulum pendidikan harus menggunakan asumsi-asumsi atau landasan yang bersumber dari studi ilmiah bidang psikologi. Pada dasarnya ada dua jenis psikologi yang memiliki kaitan sangat erat dan harus dijadikan sumber pemikiran dalam mengembangkan kurikulum, yaitu: Psikologi perkembangan, dan Psikologi belajar.
Psikologi perkembangan adalah ilmu atau studi yang mengkaji perkembangan manusia, beserta kecenderungan prilaku yang ditunjukkannya. Adapun Psikologi belajar, adalah suatu pendekatan atau studi yang mengkaji bagaimana manusia umumnya melakukan proses belajar. Menurut psikologi belajar, bahwa belajar diklasifikasi sebagai berikut: belajar berdasarkan keseluruhan, belajar adalah pemebentukan kepribadian, belajar berkat pemahaman, belajar berdasarkan pengalaman, belajar merupakan proses perkembangan, dan belajar adalah proses berkelanjutan.
Permasalahan

pada penjelasan diatas disebutkan perkembangan anak merupakan hasil dari pembawaan. nah, jika si anak pembawaannya memang nakal, ribut, dan hanya menganggap belajar hanyalah keharusan tanpa tujuan, bagaimana cara Anda sebagai calon guru agar bisa membawa anak ini lebih terarah?
dan coba anda kaitkan psikologi perkembangan dan psikologi belajar ini kedalam 4 komponen kurikulum

Komentar

  1. Cara yang dilakukan sebagai calon guru agar bisa membawa anak ini lebih terarah, kita harus menarik perhatian anak tersbut terlebih dahulu baik itu menegurnya atau menanyakan pertanyaan tentang pelajaran sebelumnya, lalu setelah anak tersebut diam dan mengikuti pelajaran maka dapat disampaikan tujuan belajar dari suatu materi yang akan dibahas lalu kita harus kaitkan antara hubungan materi dan kehidupan sehari-hari menurut saya, apabila materi dikatikan dengan kehidupan sehari-hari pasti anak anak akan merasa ingin memperhatikan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya sependapat dengan kk fanny bahwa Cara yang dilakukan sebagai calon guru agar bisa membawa anak ini lebih terarah, kita harus menarik perhatian anak tersbut terlebih dahulu baik itu menegurnya atau menanyakan pertanyaan tentang pelajaran sebelumnya. Dan harus menyusun desain pembelajran salah satu metodeny dgn menggunakan model pembelajaran dan strategi agar pembelajaram lebih bermakna

      Hapus
    2. saya setuju dengan kak fanny dan dian bahwa kita harus menarik perhatian anak tersbut terlebih dahulu baik itu menegurnya atau menanyakan pertanyaan tentang pelajaran sebelumnya, lalu setelah anak tersebut diam dan mengikuti pelajaran

      Hapus
    3. Saya setuju dengan pendapar teman2 sekalian, menabhkan kita bisa dengan cara gguru tersebut diam sejenak,, sehingga murid nantinya bisa diam sendiri..

      Hapus
    4. sependapat dengan tri, rini, fanny, dian, guru haruslah memfokuskan siswa untuk berkonsentrasi belajar, menarik perhatian siswa, jika kegiatan belajar dilakukan siang hari bisa juga dengan melakukan games sehingga siswa dengan sendirinya bersemangat berkompetisi dalam belajar, selain itu juga bisa dengan melakukan kegiatan belajar di outdoor, atau taman sekolah, sehingga siswa tidak jenuh. semua itu tergantung bagaimana guru menyiasati setiap keadaan dan situasi agar mood siswa tetap bagus dalam menerima pembelajaran

      Hapus
    5. menggapi pertanyaan diatas, saya sependapat dengan teman-teman semua, guru haruslah memfokuskan siswa untuk berkonsentrasi belajar, menarik perhatian siswa, jika kegiatan belajar dilakukan siang hari bisa juga dengan melakukan games sehingga siswa dengan sendirinya bersemangat berkompetisi dalam belajar, selain itu juga bisa dengan melakukan kegiatan belajar di outdoor, atau taman sekolah, sehingga siswa tidak jenuh. memanfaatkan lingkungan sekitar sangatlah efektif. apalagi daerah yang suasana alam nya bagus.

      Hapus
  2. menaggapi permasalahan mengenai cara menganngi siswa yang nakal yaitu
    1. Lakukan pendekatan kepada siswa.
    Ketika siswa anda rewel, nakal dan susah diatur sebaiknya jangan hadapi dia dengan keras, emosional, dan penuh amarah. Sebab cara itu tidak akan bisa menyelesaikan permasalahan yang ada, justru siswa akan semakin rewel dan nakal. Jika itu sudah terjadi, maka anda pun akan merasa kerepotan untuk mengurusinya.
    2. Tunjukanlah tekat yang kuat terhadap siswa.
    Selain harus menjaga kekonsistenan, anda sebagai guru juga harus memiliki tekat yang kuat dalam menghadapi siswa anda yang memang nakal. Ketika si kecil sedang bertengkar hebat, dan anda sebagai guru sulit untuk melerainya, anda harus menunjukan tekad yang kuat.
    3. Buatlah peraturan yang khusus untuk siswa.
    Buatlah peraturan khusus yang sebelumnya telah dibicarakan terlebih dahulu dengan siswa-siswa anda. Peraturan yang anda buat harus memiliki konskuensi supaya siswa dapat berusaha menghindari perbuatan nakal tersebut. Semakin anda sabar maka siswa-siswa anda akan semakin mudah untuk dikendalikan oleh anda.
    4. Tunjukan sikap yang manis dan lembut kepada siswa.
    Ketika siswa kita melakukan hal yang buruk ditempat umum tentu kita sebagai guru merasa dongkol dan ingin memarahi siswa tersebut. Namun ternyata tindakan semacam itu sangat salah didalam upaya mendidik siswa yang nakal, karena siswa akan semakin menangis keras-keras, semakin berontak dan semakin bertingkah yang nakal. Namun anda harus memberikan sikap yang penuh kelembutan, berikanlah dia pengertian dan berusaha untuk memaafkannya.
    5. Jangan terlalu memanjakan siswa.
    Tentu kita tahu bahwa sikap memanjakan siswa yang ditanamkan sejak dini akan berpengaruh buruk bagi perkembangan siswa. Hal itu akan mengakibatkan siswa menjadi terbiasa dengan jalan yang mudah ketika dia ingin mendapatkan sesuatu. Hal tersebut akan terlihat ketika suatu saat nanti keinginannya tidak terpenuhi maka dia akan menunjukan sikap yang membangkang kepada anda sebagai gurunya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya sependapat dengan saudari fira, dengan permasalahan jika si anak pembawaannya memang nakal, ribut, dan hanya menganggap belajar hanyalah keharusan tanpa tujuan, bagaimana cara Anda sebagai calon guru agar bisa membawa anak ini lebih terarah?
      1. Lakukan pendekatan kepada siswa.
      Ketika siswa anda rewel, nakal dan susah diatur sebaiknya jangan hadapi dia dengan keras, emosional, dan penuh amarah.
      2. Tunjukanlah tekat yang kuat terhadap siswa.
      Selain harus menjaga kekonsistenan, anda sebagai guru juga harus memiliki tekat yang kuat dalam menghadapi siswa anda yang memang nakal.
      3. Buatlah peraturan yang khusus untuk siswa.
      Buatlah peraturan khusus yang sebelumnya telah dibicarakan terlebih dahulu dengan siswa-siswa anda.
      4. Tunjukan sikap yang manis dan lembut kepada siswa.
      Ketika siswa kita melakukan hal yang buruk ditempat umum tentu kita sebagai guru merasa dongkol dan ingin memarahi siswa tersebut. Namun ternyata tindakan semacam itu sangat salah didalam upaya mendidik siswa yang nakal, karena siswa akan semakin menangis keras-keras, semakin berontak dan semakin bertingkah yang nakal. Namun anda harus memberikan sikap yang penuh kelembutan, berikanlah dia pengertian dan berusaha untuk memaafkannya.
      5. Jangan terlalu memanjakan siswa.
      Tentu kita tahu bahwa sikap memanjakan siswa yang ditanamkan sejak dini akan berpengaruh buruk bagi perkembangan siswa.

      Hapus
  3. menanggapi permasallah tentang perkembangan anak merupakan hasil dari pembawaan. nah, jika si anak pembawaannya memang nakal, ribut, dan hanya menganggap belajar hanyalah keharusan tanpa tujuan, bagaimana cara Anda sebagai calon guru agar bisa membawa anak ini lebih terarah?
    saran saya melakukan pendekatan tanya jawab yang berkaitan dangan pengalaman si siswa tsb. agar siswa tertarik untuk mengikuti pembelajaran. buatlah anak merasa belajar itu bermakna bukan hanya sebuah keharusan. karena hal ini memang dituntut kreatifitas guru dalam mendesain pembelajr

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya sependapat dengan esa bahwa perkembangan anak merupakan hasil dari pembawaan. nah, jika si anak pembawaannya memang nakal, ribut, dan hanya menganggap belajar hanyalah keharusan tanpa tujuan, bagaimana cara Anda sebagai calon guru agar bisa membawa anak ini lebih terarah?
      yaitu dengan melakukan pendekatan, tanya jawab yang berkaitan dangan pengalaman si siswa tsb. agar siswa tertarik untuk mengikuti pembelajaran. buatlah anak merasa belajar itu bermakna bukan hanya sebuah keharusan. karena hal ini memang dituntut kreatifitas guru dalam mendesain model pembelajaran yang tepat

      Hapus

  4. pada penjelasan diatas disebutkan perkembangan anak merupakan hasil dari pembawaan. nah, jika si anak pembawaannya memang nakal, ribut, dan hanya menganggap belajar hanyalah keharusan tanpa tujuan, bagaimana cara Anda sebagai calon guru agar bisa membawa anak ini lebih terarah?
    Anak nakal itu bukan pembawaan, hanya saja ia ingin mencari perhatian dan menumbuhkan kreatifitasnya, tinggal kita menyikapi agar ia mengerti maksud kita.
    Minta ia melakukan hal" yg ia bisa membantu kita, sehingga ia tidak nakal.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya setuju dengan pendapat saudara sugeng karena disitulah proses berkembang anak, mereka butuh perhatuan jadi bertindak seperti begitu, bukan nakal.
      Sebaiknya dilakukan pendekatan dengan siswa yang begitu, memberikan apresisasi dan reward dengan apa yang dilakukaknnya dan memberikan tugas2 yang sekiranya bisa membuat mereka mandiri tapi tetap di awasi dengan kelembutan.

      Hapus
  5. Menurut saya bagaimana cara menBuat siswa supaya terarah, tentu awalnya perlu kita motivasi dulu, tarik minat belajarnya pancing rasa ingin tahunya, kemudian guru haruslah memfokuskan siswa untuk berkonsentrasi belajar,jika kegiatan belajar dilakukan siang hari bisa juga dengan melakukan games sehingga siswa dengan sendirinya bersemangat berkompetisi dalam belajar, selain itu juga bisa dengan melakukan kegiatan belajar di outdoor

    BalasHapus

Posting Komentar