Persentasi Inovasi Sintaks Model Pembelajaran Kontekstual dan Dampaknya terhadap Kemampuan Berpikir kreatif

Pengertian Contextual Teaching and Learnind (CTL)

Menurut Sanjaya (2005:109) dalam Sukarto (2009:3), Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan meraka.
Elaine B. Johnson (2007:14) dalam Sukarto (2009:3) memberikan penjelasan bahwa Contextual Teaching Learning (CTL) adalah sebuah sistem belajar yang didasarkan pada filosofi bahwa siswa mampu menyerap pelajaran apabila mereka menangkap makna dalam materi akademis yang mereka terima, dan mereka menangkap makna dalam tugas-tugas sekolah jika mereka bisa mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya.
Dari beberapa definisi yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) adalah model pembelajaran yang menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa yang bertujuan membekali siswa dengan pengetahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan atau ditransfer dari suatu permasalahan yang satu ke permasalahan yang lain dan dari konteks satu ke konteks yang lain.

Dasar Teori Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

Para pendidik yang menyetujui pandangan ilmu pengetahuan bahwa alam semesta itu hidup, tidak diam dan bahwa alam semesta ditopang oleh tiga prinsip kesalingbergantungan, diferensiasi dan organisasi diri, seharusnya menerapkan pandangan dan cara berpikir baru mengenai pembelajaran dan pengajaran.
Menurut Jhonson dalam Sugianto (2008:153) tiga pilar dalam sistem Contextual Teaching Learning (CTL), yaitu:
1) Contextual Teaching Learning (CTL) mencerminkan prinsip kesalingbergantungan. Kesalingbergantungan mewujudkan diri, isalnya ketika para siswa bergabung untuk memecahkan masalah dan ketika para guru mengadakan pertemuan dengan rekannya. Hal ini tampak jelas ketika subjek yang yang berbeda dihubungkan, dan ketika kemitraan menggabungkan sekolah dengan dunia bisnis dan komunitas.
2) Contextual Teaching Learning (CTL) mencerminkan prinsip diferensiasi. Diferensiasi menjadi nyata ketika CTL menantang para siswa untuk saling menghormati keunikan masing-masing, untuk menghormati perbedaan-perbedaan, untuk menjadi kreatif, untuk bekerja sama, untuk menghasilkan gagasan dan hasil baru yang berbeda, dan untuk menyadari bahwa keragaman adalah tanda kemantapan dan kekuatan.
3) Contextual Teaching Learning (CTL) mencerminkan prinsip pengorganisasian diri. Pengorganisasian diri terlihat ketika para siswa mencari dan menemukan kemampuan dan inat mereka sendiri yang berbeda, mendapat manfaat dari umpan balik yang diberikan oleh penilaian autentik, mengulas usaha-usaha mereka dalam tuntunan tujuan yang jelas dan standar yang tinggi, dan berperan serta dalam kegiatankegiatan yang berpusat pada siswa yang membuat hati mereka bernyanyi.

Landasan filosofi Contextual Teaching Learning (CTL) adalah konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstruksi pengetahuan di benak mereka sendiri. Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan. ”Konstruktivisme berakar pada filsafat pragmatism yang digagas oleh Jhon Dewey pada awal abad ke 20, yaitu sebuah filosofi belajar yang menekankan pada pengembangan minat dan pengalaman siswa” ( Sugianto,2008:160).
Jean Piaget dalam Anonim (2010:2) berpendapat bahwa ”...sejak kecil setiap anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan “skema”. Skema terbentuk karena pengalaman, dan proses penyempurnaan skema itu dinamakan asimilasi dan semakin besar pertumbuhan anak maka skema akan semakin sempurna yang kemudian disebut dengan proses akomodasi...”.
Pendapat Piaget tentang bagaimana sebenarnya pengetahuan itu terbentuk dalam struktur kognitif anak, sangat berpengaruh terhadap beberapa model pembelajaran, diantaranya model pembelajaran kontekstual. Menurut pembelajaran kontekstual, pengetahuan itu akan bermakna manakala ditemukan dan dibangun sendiri oleh siswa.

Komponen CTL

Trianto (2009: 107) pembelajaran CTL melibatkan tujuh komponen utama, yaitu (1) konstruktivisme (constructivism), (2) bertanya (questioning), (3) inkuiri (inquiry), (4) masyarakat belajar (learning community), (5) permodelan (modeling), (6) refleksi (reflection), dan (7) penilaian autentik (authentic assessment).
Asas-asas ini yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL. Seringkali asas ini disebut juga komponen-komponen CTL. Ketujuh asas ini dijelaskan di bawah ini:

1) Konstruktivisme
Menurut Syaiful Sagala (2011) konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide, yaitu siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Penjelasan tersebut diperkuat oleh Pieget yang dikutip Wina Sanjaya (2011) yang menyatakan, bahwa hakikat pengetahuan sebagai berikut:
a) Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, akan tetapi selalu merupakan kontruksi kenyataan melalui kegiatan subjek.
b) Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep dan struktur yang perlu untuk pengetahuan.
c) Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsesi seseorang. Struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi itu berlaku dalam berhadapan dengan pengelaman-pengalaman seseorang.

2) Asas kedua dalam pembelajaran CTL adalah inkuiri. Menurut Trianto (2009) asas kedua ini merupakan bagian inti kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya. Silklus inkuiri menurut Yatim Riyanto (2010) terdiri dari:
a) Observasi
b) Bertanya
c) Mengajukan dugaan (hipotesis)
d) Pengumpulan data
e) Penyimpulan
Penerapan asas ini dalam proses pembelajaran CTL, dimulai dari adanya kesadaran siswa akan masalah yang jelas yang ingin dipecahkan, dengan demikian siswa harus didorong untuk menemukan masalah. Masalah yang telah dipahami dengan jelas, kemudian dibuat batasan-batasan yang selanjutnya siswa dapat mengajukan hipotesis atau jawaban sementara. Hipotesis tersebutlah yang akan menuntun siswa melakukan observasi dalam rangka pengumpulan data. Manakala data sudah terkumpul, maka siswa dituntun untuk menguji hipotesis sebagai dasar dalam merumuskan kesimpulan.

3) Bertanya (Questioning)
Pengatahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berfikir siswa. Kegiatan bertanya bagi siswa merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inquiri, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasi apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.
Sagala (2011) menyatakan bahwa, dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan sangat berguna untuk:
a) Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran.
b) Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar.
c) Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu.
d) Memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan.
e) Membimbing siswa untuk menemukan aatau menyimpulkan sesuatu.

4) Masyarakat Belajar (Learning Community)
Loe Semenovich Vygotsky, seorang psikologi Rusia (Wina Sanjaya, 2011), menyatakan bahwa pengetahuan dan pemahaman anak ditopang banyak oleh komunikasi dengan orang lain. Suatu permasalahan tidak mungkin dapat dipecahkan sendirian, tetapi membutuhkan bantuan orang lain. Kerja sama saling membari dan menerima sangat dibutuhkan untuk memecahkan suatu persoalan. Konsep masyarakat belajar (learning community) dalam CTL menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain. Kerja sama itu dapat dilakukan dalam berbagai bentuk baik dalam kelompok belajar secara formal maupun dalam lingkungan yang terjadi secara alamiah. Hasil belajar dapat
diperoleh dari hasil sharing dengan orang lain, antar teman, antar  kelompok yang sudah tahu memberi tahu pada yang belum tahu. Inilah hakikat dari masyarakat belajar.

5) Pemodelan
Asas modeling merupakan proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Misalnya, guru memberikan contoh bagaimana cara mengoperasikan sebuah alat. Proses modeling tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga guru memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan. Modeling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran CTL, sebab melalui modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoristis-abstrak yang dapat memungkinkan terjadinya verbalisme.

6) Refleksi
Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. Melalui proses refleksi, pengelaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya. Proses pembelajaran dengan menggunakan CTL, setiap berakhir proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengingat kembali apa yang telah dipelajari.
Biasanya guru pada akhir pelajaran menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi. Menurut Trianto (2009) realisasinya berupa:
a) Pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu.
b) Catatan atau jurnal di buku siswa.
c) Kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu.
d) Diskusi
e) Hasil karya.
Kunci semua itu adalah bagaimana pengetahuan itu bertahan lama di benak siswa. Siswa mencatat apa yang sudah dipelajari dan bagaimana merasakan ide-ide baru.

7) Penilaian Sebenarnya (Authentic Assement)
Penilaian merupakan proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan baik. Apabila data yang dikumpulkan guru mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan atau hambatan dalam belajar, maka guru segera mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan atau hambatan belajar.
Gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan di sepanjang pembelajaran, maka penilaian tidak dilakukan di akhir periode pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi hasil belajar, tetapi dilakukan bersama-sama secara intregasi dari kegiatan pembelajaran.
Penilaian menekankan proses pembelajaran, maka dari itu data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dilakukan siswa pada saat proses pembelajaran. Kemajuan belajar dinilai dari proses, bukan melalui hasil. Penilai tidak hanya guru, tetapi bisa juga dari teman lain atau orang lain. Karakteristik penilaian sebenarnya (Sutarjo, 2012) adalah:
a) Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung.
b) Bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif.
c) Yang diukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat fakta.
d) Berkesinambungan.
e) Terintegrasi.
f) Dapat digunakan sebagai feed back.

Karakteristik Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)
Pembelajaran kontekstual memiliki beberapa karakteristik yang khas yang membedakan dengan pendekatan pembelajaran yang lain. Pembelajaran kontekstual mengembangkan level kognitif tingkat tinggi yang melatih peserta didik untuk berpikir kritis dan kreatif.
Menurut Muslich (2011: 42) karakteristik pembelajaran dengan model pembelajaran CTL sebagai berikut :
1) Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in real life setting).
2) Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning).
3) Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (learning by doing).
4) Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi antar teman (learning in a group).
5) Pembelajaran memberikan kesempatan untuk mencipatakan rasa kebersamaan, bekerja sama, saling memahami antar satu dengan yang lain secara mendalam (learning to know each other deeply).
6) Pembelajaran dilaksanakan secara aktif,kreatif, produktif, dan mementingkan kerja sama (learning to ask, to inquri, to work together).
7) Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning as an enjoy activity).
Menurut Anonim (2010:1) terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran CTL, yaitu :
1) Pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge).
2) Pembelajaran ntuk memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge).
3) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge).
4) Mempraktikan pengetrahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge).
5) Melakukan refleksi (reflecting knowledge).
Menurut Akhmad Sudrajad (2008:5) model pembelajaran CTL mempunyai karakteristik : 1) Kerjasama. 2) Saling menunjang. 3) Menyenangkan, tidak membosankan. 4) Belajar dengan bergairah. 5) Pembelajaran terintegrasi. 6) Menggunakan berbagai sumber. 7) Siswa aktif. 8) Sharing dengan teman. 9) Siswa kritis guru kreati. 10) Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain. 11) Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain.

Langkah-langkah Pembelajaran Penerapan Model Pembelajaran CTL
Pelaksanaan pembelajaran dengan mengunakan model pembelajaran CTL dapat dilaksanakan dengan baik apabila memperhatikan langkah-langkah yang tepat (Trianto, 2009: 107) secara garis besar, mengemukakan langkah-langkah pembelajaran CTL adalah sebagai berikut :
1) Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang dipilih secara acak dengan menciptakan masyarakat belajar serta menemukan sendiri dan mendapatkan keterampilan baru dan pengetahuan baru.
2) Siswa membaca dan mengidentifikasi LKS serta media yang diberikan oleh guru untuk menemukan pengetahuan baru dan menambah pengalaman siswa.
3) Perwakilan kelompok membacakan hasil diskusi dan kelompok lain diberi kesempatan mengomentari.
4) Guru memberikan tes formatif secara individual yang mencakup semua materi yang telah dipelajari.

Menurut Nurhadi (2003: 10) secara garis besar, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
A) Kembangkan pemikiran anak bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
B) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik.
C) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya!
D) Ciptakan masyarakat belajar, (belajar dalam kelompok-kelompok)
E) Hadirkan model, sebagai contoh pembelajaran!
F) Lakukan refleksi di akhir pertemuan!
G) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara!

Kelemahan dan Kelebihan Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)
1) Kelebihan CTL (Contextual Teaching and Learning)
Menurut Anisah (2009:1) ada 2 kelebihan model pembelajaran kontekstual, yaitu :
a) Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.
b) Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kelebihan model pembelajaran CTL adalah siswa lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran dan pengetahuan siswa berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya.

2) Kelemahan CTL (Contextual Teaching and Learning)
Menurut Anisah (2009:1) kelemahan model pembelajaran CTL antara lain :
A) Guru lebih intensif dalam membimbing karena dalam metode CTL.
B) Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya.
C) Peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ” penguasa ” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
D) Guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang eksra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kelemahan model pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) adalah guru harus dapat mengelola pembelajaran dengan sebaik-baiknya agar tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tecapai dengan maksimal.

Materi : Sifat Koligatif Larutan
Model : Contextual Teaching and Learning (CTL)

Model Kontekstual
Inovasi sintaks Model Konvensional
Dampak Berpikir Kreatif
1.     Konstruktivisme
1.       Konstruktivisme

·         Mengkondisikan siswa
·         Mengkondisikan siswa

·         Menyampaikan tujuan dan kompetensi yang harus dicapai
·         Menyampaikan tujuan dan kompetensi yang harus dicapai

·         Memberikan pertanyaan mengenai pembelajaran sebelumnya
·         Memberikan pertanyaan mengenai pembelajaran sebelumnya

·         Menggali pengetahuan awal siswa
·         Menggali pengetahuan awal siswa dengan mengenalkan masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan berhubungan dengan materi Sifat Koligatif Larutan
·       Memberikan gagasan yang beragam (Berpikir Luwes)
·       Menghasilkan jawaban yang relevan (Berpikir Lancar)
2.     Permodelan
2.       Permodelan

·         Mengarahkan siswa membentuk kelompok
·         Mengarahkan siswa membentuk kelompok secara heterogen yang dilakukan oleh guru

·         Menampilkan video/ media/ fenomena dan mengajukan tanya jawab
·         Memberikan LKPD tentang materi Sifat Koligatif Larutan kepada masing-masing
·         Terpacu untuk memikirkan cara yang paling sederhana dalam memecahkan permasalahan (Berpikir Luwes)
·         Menampilkan video/ media/ fenomena dan mengajukan tanya jawab

·         Memberikan petunjuk untuk merumuskan masalah

·         Menugaskan siswa untuk merumuskan permasalahan berdasarkan video tentang sifat koligatif larutan
·         Mencetuskan banyak gagasan yang relevan (Berpikir Lancar)
·         Menghasilkan gagasan yang beragam (Berpikir Luwes)
3.     Bertanya
3.       Inkuiri

·         Membimbing siswa untuk melakukan tanya jawab
·         Membimbing siswa untuk mengerjakan eksperimen yang ada dalam LKPD.
·         Memiliki arah pemikiran yang berbeda (berpikir luwes)
·         Memberikan jawaban yang berbeda dari yang lain ( Berpikir Orisinil)
·         Membimbing siswa dalam menarik kesimpulan dari hasil eksperimen.
·         Memberikan jawaban yang berbeda dari yang lain ( Berpikir Orisinil)
·         Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencari informasi atau teori- teori untuk menunjang jawaban hasil praktikum.
·         Mengembangkan suatu gagasan (Berpikir Terperinci)
·         Mengarahkan siswa untuk membuat laporan berdasarkan hasil praktikum dengan mengisi kolom hasil pengamatan yang ada didalam LKPD
·         Membuat laporan dengan bahasa sendiri dan secara sistematis (Berpikir Terperinci)
4.     Inkuiri
4.       Masyarakat Belajar

·         Membimbing siswa mencari tahu sendiri materi pelajaran dari berbagai sumber
·         Mempersilahkan kepada siswa untuk mempresentasikan hasil praktikum.
·         Memberikan jawaban yang berbeda dari yang lain ( Berpikir Orisinil)
·         Memberi kesempatan kepada kelompok lain untuk bertanya, menanggapi, memberikan saran atau kritik kepada kelompok yang sedang mempresentasikan hasil kerjanya.
·         Menjawab secara lugas dan tegas secara  relevan dengan pertanyaan (Berpikir Lancar)
·         Memberikan jawaban secara terperinci (Berpikir Terperinci)
·         Mengarahkan siswa untuk menguji jawaban sementara
·         Mencocokkan kesimpulan secara mendetail dengan rumusan masalah (Berpikir Terperinci)
5.     Masyarakat Belajar
5.       Bertanya

·         Membantu siswa menganalisis permasalahan yang diberikan
·         Memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya mengenai hal-hal yang belum dimengerti
·         Memberikan pertanyaan yang belum pernah ditanyakan sebelumnya (Berpikir Orisinil)
·         Memberikan pertanyaan yang beragam (Berpikir Luwes)
·         Memberikan kesempatan Tanya jawab seputar hasil diskusi
·         Membimbing siswa untuk menyimpulkan hasil pembelajaran yang telah dilaksanakan
·         Memberikan gagasan yang beragam (Berpikir Luwes)
·         Memberikan gagasan secara terperinci (Berpikir Terperinci)
6.     Refleksi
6.       Refleksi

·         Memberikan penguatan
·         Memberikan penguatan

·         Membimbing siswa untuk membuat ringkasan
·         Memberikan kesempatan pada siswa untuk mengungkapkan perasaan dan pendapatnya terhadap pembelajaran yang sudah dilaksanakan
·         Memberikan gagasan yang beragam (Berpikir Luwes)
·         Mencetuskan gagasan yang berbeda dari yang lain (Berpikir Orisinil)
7.     Penilaian Autentik
7.       Penilaian Autentik

·         Membantu siswa menyimpulkan
·         Meminta siswa untuk mencari referensi untuk pembelajaran selanjutnya

·         Memberikan tes akhir
·         Memberikan tes akhir berdasarkan pembelajaran yang telah dipelajari pada hari itu






Permasalahan :
1. Menurut Anda, apakah Inovasi saya dalam memodifikasi model CTL dapat dijadikan sebagai salah satu rencana pembelajaran yang baik? Berikanlah saran Anda!
2. Jika dibandingkan dengan model lain pada materi pelajaran yang sama (misalnya : sifat koligatif larutan), apakah model CTL ini lebih efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa? Jika iya, Jelaskan! Jika tidak, lalu pada materi seperti apa yang dapat ditingkatkan kemampuan berpikir kreatifnya melalui model CTL ini ?


Komentar

  1. Menjawab permasalahan kedua, untuk melihat efektif atau tidaknya suatu model diluar dari materi yakni kembali lagi kepada karakteristik siswa, saran dan prasarana. Apabila siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran dan memiliki sikap berfikir kreatif pada model CTL maka ini bisa dikatakan efektif namun jika sebaliknya maka ini belum efektif. Karena CTL ini selalu mengandung aspek inquiry. Apabila suatu model mengandung aspek inquiry otomatis dapat menciptakan berpikir kreatif karena menemukan gagasan pada masing-masing siswa akan menimbulkan gagasan yang bervariasi yaitu aspek berpikir kreatif yakni aspek berpikir luwes. Sarana dan prasarana juga sangat mendukung apabila ada teknologi berupa infokus maka bisa lebih mudah menampilkan video untuk memunculkan gagasan pada masing-masing siswa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya setuju dengan pendapat fanny bahwa apakah efektif atau tidak suatu model dilihat dari sarana dan prasarana di sekolah yang sangat mendukung serta karakteristik siswa dikelas. pada proses pembelajaran apabila sudah terdapat siswa yang memiliki sikap berpikir kreatif dengan menggunakan model CTL dan sudah mencapai tujuan yang diinginkan berarti bisa dikatakan efektif. Model CTL ini mengandung aspek inquiry yang dapat menciptakan sikap berpikir kreatif karena menemukan gagasan yang bervariasi yaitu aspek berpikir kreatif yakni aspek berpikir luwes.

      Hapus
    2. Anda mengatakan bahwa Apabila suatu model mengandung aspek inquiry otomatis dapat menciptakan berpikir kreatif. apakah dengan sintaks inquiry ini, siswa langsung bisa memecahkan masalah nya? apakah berguna jika hanya menemukan saja ?

      Hapus
  2. menurut saya efektif atau tidaknya suatu model pembelajaran haruslah diuji coba terlebih dahulu. namun, menurut saya inovasi yg telah Anda buat ini bisa menjadi salah satu bagian pembaruan dalam mengajar melalui model CTL. selain itu juga untuk melihat efektif atau tidaknya suatu model yakni kembali lagi kepada karakteristik siswa, saran dan prasarana.

    BalasHapus
    Balasan
    1. mengamini yang disampaikan rini, efektif atau tidaknya suatu model pembelajaran haruslah diuji coba terlebih dahulu. namun, menurut saya inovasi yg telah Anda buat ini bisa menjadi salah satu bagian pembaruan dalam mengajar melalui model CTL. efektif atau tidak nya akan bergantung kepada peserta didik dan guru yang mengajarnya, serta dukungan sarana dan prasarana juga ikut memberi sumbangsih suksesnya suatu pembelajaran.

      Hapus
  3. Menurut saya model pembelajaran yg sudah kk buat ckup baik dan efektif untuk di pakai dalam proses pembelajaran. Namun disini saya ingin menyarankan adakah inovasi langkh terbaru yg mungkin kk pikirkan agar sintaks sintaks model yg sudah ada menjadi lebih variatf.

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya memasukkan salah satu sintaks model PBL yaitu merumuskan masalah pada komponen Permodelan di sintaks CTL

      Hapus
  4. menurut pendapat saya Inovasi sintak yang kakak buat dalam memodifikasi model CTL dapat dijadikan sebagai salah satu rencana pembelajaran yang baik, karena disana telah melatih siswa dalam proses mengembangkang kempuan berpikir kreatifnya dengan alur pembalajaran tersebut, dan menurut saya model CTL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa karena model ini Memberikan kesempatan pada sisiwa untuk mengumpulkan data, memahami suatu isu dan memecahkan masalah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. sependapat dengan fira bahwa Inovasi sintak yang dibuat dalam memodifikasi model CTL dapat dijadikan sebagai salah satu rencana pembelajaran yang baik, karena disana telah melatih siswa dalam proses mengembangang kempuan berpikir kreatifnya dengan alur pembalajaran tersebut, dan model CTL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa karena model ini Memberikan kesempatan pada sisiwa untuk mengumpulkan data, memahami suatu isu dan memecahkan berusaha untuk masalah yang ada

      BALAS

      Hapus
  5. menurut pendapat saya untuk mengetahui keefektifan dari sintak ini sebaiknya perlu diadakan uji coba terlebih dahulu karna belum bisa disimpulkan efektif jika belum coba dilaksanakan

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya setuju dengan pendapat kk melda bahwa keefektifan dari sintak ini harus diujicoba dulu untuk melihatnya

      Hapus
    2. Saya setuju dengan pendapat saudari tri dan juga melda dimana keefektifan dari sintak ini harus di uji coba terlebih dahulu,, dan juga inovasi yang saudari rina buat sudah cukup baik, karena yang saudari buat telah dikaji secara teori.

      Hapus
  6. Efektif atau tidaknya menurut saya belum bisa ditentukan karena belum dilakukan ujicoba. untuk materi lain jika guru mampu mengaitkan materi pembelajaran dangan kehidupan sehari-hari dan juga pengalaman siswa maka CTL bagus untuk digunakan sehingga dapat menimbulkan berpikir kreatif siswa. dan menurut saya inovasi yang dibuat rina sudah bagus.

    BalasHapus
  7. menurut saya sintaks yang rina buat sudah cukup baik, namun alangkah lebih baiknya jika pada tahp yang terakhir perlu dilakukan siswa diberikan soal latihan berupa essay yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa berupa masalah/fenomena yang menuntut siswa meberikan solusi dan implikasi materi yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari sehingga nantinya, siswa tidak hanya akan paham selama jam pelajaran saja tetapi akan lebih memperdalam penanaman pengetahuan siswa

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih atas saran dari kak Rini, dari inovasi yang saya buat sebenarnya sudah diawali dengan pencarian masalah yang mengajak siswa untuk mencari masalah dalam kehidupan sehari-hari yang relevan dengan materi. sehingga dari awal siswa sudah diajak untuk berpikir kreatif dengan konteks masalah" apa saja yang cocok dalam materi sifat koligatif larutan. sehingga tidak saya tambahkan kedalam dampak berpikir kreatifnya dibagian pemberian tes karna menurut saya hal tersebut hanya membuat siswa mengingat masalah yang sudah ada. namun, jika soal yang diberikan berisi permasalahan yang berbeda tetapi tetap relevan dengan materi dan kemampuan yang ingin dicapai maka saran kk, saya terima.

      Hapus
  8. Menurut Anda, apakah Inovasi saya dalam memodifikasi model CTL dapat dijadikan sebagai salah satu rencana pembelajaran yang baik?
    Menurut sya iya,
    Berikanlah saran Anda!
    Karna dri inovasi yg saudari buat telah dikaji secara teori.

    BalasHapus

Posting Komentar