Rubrik Penilaian Kreativitas Produk
Pengertian
Keterampilan Bepikir Kreatif
Dalam
mendefiniskan soal berpikir ini terdapat adanya beberapa macam pendapat, di
antaranya ada yang menganggap berpikir sebagai suatu proses asosiasi saja, ada
pula yang memandang berpikir sebagai proses penguatan hubungan antara stimulus
dan respons, ada yang mengemukakan bahwa berpikir itu merupakan suatu kegiatan
psikis untuk mencari hubungan antara dua objek atau lebih, bahkan ada pula yang
mengatakan bahwa berpikir merupakan kegiatan kognitif tingkat tinggi (higher
level cognitive), sering pula dikemukakan bahwa berpikir itu merupakan
aktivitas psikis yang intensional.
Keterampilan
berpikir diarahkan untuk memecahkan masalah, dapat dilukiskan sebagai upaya
mengeksplorasi model-model tugas pelajaran di sekolah agar model-model itu
menjadi lebih baik dan memuaskan. Terkadang model dapat mendorong para pemikir
untuk berpikir lebih jauh berdasarkan informasi perseptual yang mantap yang
diperoleh dari lingkungannya (Bruner, 1957), dan mampu mengantisipasi
hasil-hasilnya tanpa melalui perlakuan mencoba salah (tryal and error).
Berpikir
adalah serangkaian, gagasan, idea atau konsepsi-konsepsi yang diarahkan kepada
suatu pemecahan masalah. Jika melihat arti berpikir seperti ini maka dapat
dipahami bahwa pengertian ini merujuk berdasarkan hasi berpikir dan tujuan
berpikir.
Berpikir
juga dapat diartikan dengan bertanya tentang sesuatu, karena disaat kita
berpikir yang ada diotak kita adalah berbagai pertanyaan analisa diantaranya
adalah: apa, mengapa, kenapa, bagaimana, dan dimana.
Berpikir
kreatif adalah berpikir secara konsisten dan terus menerus menghasilkan sesuatu
yang kreatif/orisinil sesuai dengan keperluan. Penelitian Brookfield (1987)
menunjukkan bahwa orang yang kreatif biasanya (1) sering menolak teknik yang
standar dalam menyelesaikan masalah, (2) mempunyai ketertarikan yang luas dalam
masalah yang berkaitan maupun tidak berkaitan dengan dirinya, (3) mampu
memandang suatu masalah dari berbagai perspektif, (4) cenderung menatap dunia
secara relatif dan kontekstual, bukannya secara universal atau absolut, (5)
biasanya melakukan pendekatan trial and error dalam menyelesaikan permasalahan
yang memberikan alternatif, berorientasi ke depan dan bersikap optimis dalam
menghadapi perubahan demi suatu kemajuan. Marzano (1988) mengatakan bahwa untuk
menjadi kreatif seseorang harus: (1) bekerja di ujung kompetensi bukan
ditengahnya, (2) tinjau ulang ide, (3) melakukan sesuatu karena dorongan
internela dan bukan karena dorongan eksternal, (4) pola pikir divergen/
menyebar, (5) pola pikir lateral/imajinatif.
Berpikir
Kreatif adalah menghubungkan ide atau hal-hal yang sebelumnya tidak
berhubungan. Dalam kenyataan teknik modern timbul semboyan yang menarik
(jargon) atau istilah khas yang menjadi bahasa golongan tertentu. Begitu pula tak
terkecuali Berpikir Kreatif yang memiliki empat kata khas yaitu imajinatif.
Tidak dapat diramalkan. Divergen dan lateral.
Perumusan
pengertian kreativitas yang telah disebutkan di atas adalah perumusan yang
tradisional. Menurut Moreno, (dalam Slameto, 2003 : 146) yang penting dalam
kreativitas itu bukanlah penemuan sesuatu yang belum pernah diketahui orang
sebelumnya, melainkan bahwa produk kreativitas itu merupakan sesuatu yang baru
bagi diri sendiri dan tidak harus merupakan sesuatu yang baru bagi orang lain
atau dunia pada umumnya, misalnya seorang siswa menciptakan untuk dirinya
sendiri suatu hubungan baru dengan siswa atau orang lain.
Taylor
dan Holland 1962 (dalam Slameto, 2003 : 146), menerangkan bahwa kecerdasan
hanya memegang peranan yang kecil saja di dalam tingkah laku kreatif, dan
dengan demikian tidak memadai untuk dipakai sebagai ukuran kreativitas. Dalam
hubungan ini Klausmeier dan Ripple (1971), menjelaskan bahwa janganlah kita
lalu berkesimpulan atau mengharapkan bahwa siswa yang kecerdasannya rendah atau
normal akan dapat menjadi sama kreatifnya dengan siswa yang kecerdasannya
tinggi. Di kalangan siswa yang tingkat kecerdasannya sama, terdapat perbedaan
kreativitas.
Menurut
Nunnally 1970, (dalam Slameto, 2003 : 147) pada umumnya orang-orang kreatif
berada pada 10 atau 15 persen tingkat atas dari tes kecerdasan. Selanjutnya
dikatakannya, bahwa jika jarang menemukan orang yang hasilnya dalam tes
kecerdasan normal atau dibawah normal mempunyai produk-produk kreasi yang
menunjukkan potensi kreativitas. Dalam hal ini kita tidak mengadakan pemisahan
antara cerdas dan kreatif, pembedaan itu sebaiknya dilakukan antara orang-orang
yang cerdas tetapi tidak kreatif, dengan orang-orang yang cerdas dan kreatif.
Keterampilan
berpikir kreatif, yaitu keterampilan individu dalam menggunakan proses
berpikirnya untuk menghasilkan suatu ide yang baru, kontruktif, dan baik,
berdasarkan konsep-konsep yang rasional, persepsi dan intuisi individu,
Suprapto 1997:7 (dalam Zuchdi,
2008:127). Berpikir kreatif melibatkan berpikir rasional dan imajinatif,
kita dapat mengembangkan kapasitas untuk mengenal pola-pola baru dan
prinsip-prinsip baru, menyatukan fenomena yang berbeda-beda, dan menyederhanakan situasi yang kompleks. Inilah
hakikat berpikir dan produktif, yang memungkinkan seseorang dapat memecahkan
masalah.
Berpikir
kreatif, menurut james C.Coleman dan Coustance L. Hammen 1974:452, (dalam
Nggermanto, 2001:73), yang diungkapkan kembali oleh Jalaludin Rakhmat, adalah
“thinking which produces new methods, new concepts, new understandings, new
invention, new work of art.” Berpikir kreatif diperlukan mulai dari komunikator
yang harus mendesain pesannya.
Berpikir
kreatif harus memenuhi tiga syarat. Pertama, kreatifitas melibatkan respon atau
gagasan yang baru, atau yang secara statistik sangat jarang terjadi. Tetapi
kebaruan saja tidak cukup tetapi harus mudah dan masuk akal. Kedua, memecahkan
masalah persoalan secara realitis. Ketiga, kreatifitas merupakan usaha untuk
mempertahankan in-sight yang orisinil, menilai dan mengembangkannya sebaik
mungkin. Definisi berikutnya diutarakan oleh Csikzentmihalyi (dalam Rachmawati
et. all, 2011:14), beliau memaparkan kreativitas sebagai produk berkaitan
dengan penemuan sesuatu, memproduksi sesuatu yang baru, daripada akumulasi keterampilan
atau berlatih pengetahuan dan mempelajari buku.
B. Ciri-ciri Keterampilan Berpikir Kreatif
Berbagai
penelitian yang dilakukan oleh para ahli psikologi terhadap orang-orang yang
berpikir kreatif telah menghasilkan beberapa kriteria atau ciri-ciri orang yang
kreatif. Menurut Denny dan Davis (1982) dalam penelitian terhadap para penulis
dan arsitek yang kreatif melalui identifikasi oleh anggota profesi mereka
menghasilkan bahwa orang yang mempunyai kreatifitas yang tinggi itu cenderung
memiliki ciri-ciri : fleksibel, tidak konvensional, eksentrik (aneh),
bersemangat, bebas, berpusat pada diri sendiri, bekerja keras, berdedikasi dan
inteligen.
Woolfolk
dan Nicolich (1984) menjelaskan bahwa orang yang berpikir kreatif menunjukkan
ciri-ciri adanya sikap kreativitas dalam arti luas, termasuk tujuannya,
nilainya, serta sejumlah sifat kepribadian yang mendukung orang untuk berpikir
bebas, fleksibel, dan imajinatif.
Menurut
Mc. Kinnon (Yellon, 1977), orang-orang yang kreatif memiliki ciri-ciri sebagai
berikut :
- Memandang dirinya berbeda dan lebih sering
melukiskan dari mereka sebagai berdaya cipta, tak tergantung, bersifat
individualis.
- Lebih terbuka dalam pengalaman dan perasaan.
- Secara relatif tidak tertarik pada detail kecil,
tetapi lebih tertarik pada arti dan implikasi, memiliki fleksibel
kognitif, ketrampilan verbal, berminat untuk berkomunikasi dengan orang
lain, bertindak tepat, mempunyai keingintahuan intelektual yang besar.
- Lebih tertarik secara mendalam menyerap
pengalaman daripada mempertimbangkan.
- Lebih bersifat intuitif.
Mulyono
Gandadipura (1983) merangkum hasil penelitian para ahli terhadap orang-orang
yang ahli berbagai bidang, antara lain: penulis, seniman, arsitek, ahli
matematik, peneliti, menyimpulkan bahwa orang-orang yang berpikir kreatif
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
- Bebas dalam berpikir dan bertindak.
- Tidak menyukai kegiatan yang menuntut konformitas
(kesesuaian).
- Tidak mudah dipengaruhi pendapat umum bila yakin
bahwa pendapatnya benar.
- Kecenderungan kurang dokmatis dan lebih realistis.
- Mengakui dorongan-dorongan dirinya yang tidak
berdasar akal (irrasional).
- Mengakui hal-hal yang rumit dan baru.
- Mengakui humor dan memiliki good sense of humor.
- Menekankan pentingnya nilai-nilai teoritik dan
estetis.
Sedangkan
S.C. Utami Munandar mengemukakan ciri-ciri orang yang memiliki kemampuan
berpikir kreatif yang tinggi yaitu :
- Memiliki dorongan ingin tahu yang besar.
- Sering mengajukan pertanyaan yang baik.
- Sering banyak gagasan dan usul terhadap suatu
masalah.
- Bebas dalam menyatakan pendapat.
- Menonjol dalam salah satu bidang seni.
- Memiliki pendapat sendiri dan mampu
mengutarakannya.
- Tidak mudah terpengaruh orang lain.
- Daya imajinasi kuat.
- Memiliki tingkat orisionalitas yang tinggi.
- Dapat bekerja sendiri.
- Senang mencoba hal-hal yang baru.
Dengan
memperhatikan beberapa pendapat dan hasil penelitian para ahli penelitian
tersebut tentang ciri-ciri yang memiliki kemampuan berpikir kreatif, nampak
bahwa perbedaan itu timbul karena adanya perbedaan subyek yang menjadi sasaran
penelitiannya sehingga ciri-ciri yang cukup menonjol sebagai ciri pokok
berpikir kreatif yaitu :
- Ciri kelancaran (fluency)
- Ciri fleksibelitas (flekxibility)
- Ciri keaslian (organilaty)
Kelancaran
dapat menghasilkan banyak ide atau konsep yang relevan dengan masalah yang
dipecahkan dalam waktu yang singkat. Fleksibilitas (keluwesan) menunjukkan
bahwa individu dapat memunculkan hal-hal baru yang unik atau tidak biasa. Jadi
indivdu yang memiliki kemampuan berpikir kreatif adalah individu yang dapat
menghasilkan ide-ide baru yang berbeda dan asli.
C.
Tahapan dan Indikator Keterampilan Berpikir Kreatif
Keterampilan
berpikir kreatif erat kaitannya dengan memunculkan alternatif-alternatif.
Dengan berpikir kreatif kita tidak hanya terpaku dengan satu alternative saja.
Dengan berpikir kreatif kita dapat membuka kemungkinan-kemungkinan yang akan
terjadi di masa depan, sehingga kita juga memiliki alternatif-alternatif cara
menghadapi dimasa depannya.
Keterampilan
berpikir kreatif juga memudahkan kita untuk melihat, dan bahkan menciptakan peluang
yang menunjang keberhasilan kita. Seringkali alasan seseorang tidak bertindak
adalah karena tidak ada peluang. Padahal sesungguhnya peluang selalu ada
didepan kita. Tinggal apakah kita jeli melihatnya atau tidak. Bahkan kalaupun
peluang itu memang tidak ada, kita dapat menciptakan peluang asal kita mau
berpikir kreatif, (Anonim, 2013).
Didalam
penyelesaian kreatif tahapan yang dilalui adalah :
- Persiapan
(Mendefinisikan masalah, tujuan dan tantangan);
- Inkubasi (Mencerna fakta dan mengolahnya dalam pikiran);
- Iluminasi (Mendesak gagasan bermunculan ke
permukaan);
- Vertifikasi (Memutuskan apakah solusinya
benar-benar memecahkan masalah);
- Aplikasi (Mengambil langkah menindaklanjuti
solusi).
Faktor yang Mempengaruhi Berpikir Kreatif
Berpikir
kreatif tumbuh subur bila didukung oleh faktor personal dan situasional.
Diantaranya adalah :
a. Kemampuan Kognitif
Termasuk
disini adalah kemampuan diatas rata-rata dan fleksibilitas kognitif. Sedangkan
telah kita ketahui potensi otak kita sangat besar. Faktor pertama ini dapat
kita penuhi dengan cara mengoptimalkan potensi otak, salah satu caranya adalah
dengan Accelerated learning.
b. Sikap yang Terbuka
Orang
kreatif mempersiapkan dirinya menerima stimuli internal dan ekternal. Ini
adalah komitmen pribadi yang sangat penting. Saat kita memiliki sikap terbuka
maka banyak informasi dan kesempatan yang dapat kita manfaatkan untuk menjadi
kreatif.
c. Sifat yang Bebas, Otonom, dan Percaya
pada Diri
Orang
kreatif tidak senang digiring ingin menampilkan diri semampu dan semuanya, ia
tidak terlalu terikat dengan konvensi-konvensi sosial. Mungkin inilah sebabnya,
orang-orang kreatif sering dianggap gila.
Indikator Berpikir Kreatif
Indikator
berpikir kreatif, menurut Torrence (1968) dalam Lawson A (1980 : 243), ada
beberapa indikator berpikir kreatif, diantaranya :
a. Tahap Pendahuluan (Mempertinggi Antisipasi)
1) Menghadapi ketidakjelasan dan
ketidakpastian;
2) Pertanyaan untuk peninggian harapan dan
antisipasi;
3) Membangun kesadaran akan masalah yang
dipecahkan, kemungkinan kebutuhan ke depan atau kesulitan yang dihadapi;
4) Membangun kedalam pengetahuan yang
dimiliki siswa;
5) Pertinggi kepedulian dan hasrat ingin
tahu;
6) Membuat akrab/biasa suatu keanehan atau
keganjilan;
7) Membebaskan dari set-set yang
menghambat;
8) Memandang informasi yang sama dari
sudut pandang yang berbeda;
9) Pertanyaan proaktif untuk membuat
pembelajaran berpikir tentang info atau cara baru;
10) Prediksi info terbatas;
11) Membuat sasaran spesifik ajaran jelas,
menunjukkan hubungan antara sasaran pembelajaran dan masalah – masalah saat ini
atau karir mendatang;
12) Hanya struktur yang memadai untuk
memberikan petunjuk dan arah;
13) Ambil satu atau lebih maju dari apa yag
diketahui;
14) Siapkan secara fisik terhadap informasi
yang dipresentasikan.
b. Tahap Penanamaan Konsep (Mempertemukan
hal-hal yang diharapkan dan tidak diharapkan dan yang amat diharapkan)
1) Menguatkan kesadaran tentang masalah
dan kesulitan;
2) Menerima keterbatasan-keterbatasan
secara membangun sebagai tantangan dari pada sinis, dengan memperbaiki dari apa
yang ada;
3) Mendorong sifat-sifat atau
kecenderungan pribadi kreatif;
4) Mempraktekkan proses pemecahan masalah
kreatif sesuai sistematika disiplin dalam menghadapi masalah dan informasi;
5) Menguraikan secara hati-hati dan
sistematik terhadap informasi yang tersaji;
6) Gali dan uji sesuatu yang masih gelap
dan mencoba memecahkannya penyajian informasi kurang lengkap dan pembelajaran
mengembangkan pertanyaan untuk menutup kekurangan-kekurangan tersebut;
7) Memilih hal-hal yang mungkin tidak
relevan;
8) Menjaga senantiasa membuka
keterbatasan;
9) Buat hasil akhir teramalkan secara
utuh atau lengkap;
10) Pencarian secara jujur dan realistis;
11) Upaya untuk menemukan keterampilan baru
untuk mendapatkan informasi;
12) Mempertinggi dan menguraikan secara
mengejutkan;
13) Upaya memvisualisasi.
c. Tahap Aplikasi Konsep (Melampaui dan
Mempertahankan)
1) Bermain dengan ketidakjelasan;
2) Perdalam kesadaran tentang masalah,
kesulitan dan kesenjangan informasi;
3) Mengakui potensi khas atau unik setiap
anak;
4) Petinggi kepedulian tentang masalah;
5) Tanggapan atau jalan keluar yang
menantang;
6) Melihat keterkaitan yang jelas antara
informasi baru dan karir ke depan;
7) Menerima keterbatasan secara kreatif
dan membangun;
8) Pendalaman penggalian secara kreatif
dan membangun;
9) Pendalaman penggalian, diluar
jangkauan dan penerimaan;
10) Membuat berpikir secara meluas itu susah;
11) Gali informasi yang ada;
12) Menguji impian-impian untuk mendapatkan
jalan keluar dari masalah yang sebenarnya;
13) Mendorong jalan keluar baik, jalan keluar
dari benturan, kegelapan tak terpecahkan;
14) Mensyaratkan serangkain uji coba;
15) Tanggapan atau jalan keluar yang membangun
dan menantang;
16) Mempertemukan dan menguji hal-hal yang bertentangan;
17) Mendorong kearah depan;
18) Menghibur terhadap hal-hal yang masuk
akal;
19) Menciptakan hal-hal lucu dan melihat aspek
jenaka dari informasi yang ada;
20) Mendorong penimbangan berbagai dan
menggunakan beberapa prosedur dari disiplin dalam pemecahan masalah;
21) Mengaitkan satu informasi dalam disiplin
yang berbeda;
22) Melihat informasi yang sama dengan cara
yang berbeda;
23) Mendorong manipulasi gagasan dan atau
objek;
24) Menguji hal-hal yang saling bertentangan.
D.
Penilaian Keterampilan Berpikir Kreatif
Penilaian
ketrampilan berpikir kreatif tidak terpaku dengan standar yang baku, melainkan
bisa menggunakan berbagai perangkat asesmen yang sudah ada kemudian
dimodifikasi sebagai perangkat asesmen untuk berpikir kreatif. Kecakapan berpikir kreatif dapat diukur
menggunakan asesmen portofolio, self assessment, peer assessment, angket
(questionnare), dan lain sebagainya tergantung pembelajaran yang hendak
dilakukan.
Sebagaimana
telah dijelaskan sebelumnya, hal yang menjadi dasar adanya berpikir kreatif
adalah sebuah karya atau produk baru dalam menanggapi sebuah konsep
pembelajaran. Hal ini menjadikan ketrampilan berpikir kreatif termasuk dalam
berpikir tingkat tinggi.
Makalah
ini mencoba untuk membuat suatu instrumen asesmen berpikir kreatif pada materi
koloid dengan tema “Gelatin”
Berikut
ini contoh assesmen yang digunakan untuk kompetensi dasar 3.9 kelas X.
Rubrik
penilaian Produk
Aspek yang dinilai
|
Skala
|
Deskripsi (indikator)
|
skor
|
Perencanaan
produk
|
|||
Persiapan alat dan bahan
|
Sangat baik
|
Semua alat dan bahan yang diperlukan
dibawa dan tersedia pada saat melaksanakan praktikum dengan kesesuaian fungsi
akurat.
|
4
|
Baik
|
Semua alat dan bahan yang diperlukan
dibawa dan tersedia pada saat praktikum meski beberapa alat dan bahan ada
yang kurang sesuai dengan praktikum
|
3
|
|
Kurang baik
|
Beberapa alat dan bahan yang
diperlukan dibawa pada saat praktikum dengan fungsi yang sesuai
|
2
|
|
Tidak baik
|
Alat dan bahan yang dibawa tidak
sesuai dengan tema praktikum
|
1
|
|
Proses
pembuatan
|
|||
Teknik Pengolahan
|
Sangat baik
|
Bahan diolah sesuai dengan
langkah-langkah prosedur yang telah dirancang sebelumnya dengan rapi, bersih,
dan teratur
|
4
|
Baik
|
Bahan diolah sesuai dengan
langkah-langkah prosedur yang telah dirancang sebelumnya
|
3
|
|
Kurang baik
|
Bahan diolah dengan tidak mengikuti
langkah-langkah prosedur yang telah dirancang sebelumnya tetapi tetap rapi,
bersih, dan teratur
|
2
|
|
Tidak baik
|
Bahan diolah tidak mengikuti prosedur
yang ada
|
1
|
|
K3
|
Sangat baik
|
Memperhatikan dan menyisihkan
bahan-bahan/ alat yang berpotensi membahayakan serta membersihkan peralatan
saat sebelum dan sesudah praktikum di tempat yang sesuai
|
4
|
Baik
|
Memperhatikan dan menyisihkan
bahan-bahan/ alat yang berpotensi membahayakan serta membersihkan peralatan
saat sebelum dan sesudah praktikum
|
3
|
|
Kurang baik
|
Membersihkan alat dan bahan sebelum
dan sesudah praktikum
|
2
|
|
Tidak baik
|
membersihkan sebagian peralatan saat
sebelum dan sesudah praktikum
|
1
|
|
Hasil
produk
|
|||
Bentuk fisik
|
Sangat baik
|
Hasil produk memiliki bentuk menarik,
rapi, komersial serta memiliki arti dan fungsi yang jelas
|
4
|
Baik
|
Hasil produk memiliki bentuk menarik,
rapi serta memiliki arti dan fungsi yang jelas
|
3
|
|
Kurang baik
|
Hasil produk memiliki bentuk menarik
dan komersial
|
2
|
|
Tidak baik
|
Hasil produk memiliki bentuk yang
seadanya
|
1
|
|
Warna
|
Sangat baik
|
Perpaduan warna produk memiliki
keselarasan dan nilai estetika yang tinggi
|
4
|
Baik
|
Perpaduan warna produk memiliki
keselarasan
|
3
|
|
Kurang baik
|
Perpaduan warna produk memiliki
sedikit keselarasan dan nilai estetika yang tinggi
|
2
|
|
Tidak baik
|
Perpaduan warna produk tidak memiliki
keselarasan dan nilai estetika yang tidak tinggi
|
1
|
|
Keberfungsian
|
Sangat baik
|
Produk memiliki fungsi yang dapat
dioperasikan dengan ketepatan diatas 85%
|
4
|
Baik
|
Produk memiliki fungsi yang dapat
dioperasikan dengan ketepatan 70%-84%
|
|
|
Kurang baik
|
Produk memiliki fungsi yang dapat
dioperasikan dengan ketepatan 60%-69%
|
|
|
Tidak baik
|
Produk memiliki fungsi yang dapat
dioperasikan dengan ketepatan dibawah 59%
|
|
Lembar Penilaian Produk
Nama Sekolah :
Mata pelajaran :
Nama produk :
Kelas :
No.
|
Aspek
|
Skor
|
|||
|
|
4
|
3
|
2
|
1
|
1.
|
Perencanaan produk
a.
Persiapan alat
dan bahan
|
|
|
|
|
2.
|
Proses pembuatan
a.
Teknik pengolahan
b. K3
|
|
|
|
|
3.
|
Hasil produk
a.
Bentuk fisik
b.
Warna
|
|
|
|
|
Total skor
|
|
|
|
|
Permasalahan :
- Sudah layakkah jika rubrik penilaian saya
dipakai untuk menilai kreativitas produk?
- Apakah rubric
penilaian yang saya buat bisa dipakai untuk menilai kreativitas dari
dimensi psikomotor?
saya akan mencoba menjawab pertanyaan rina yakni Apakah rubric penilaian yang saya buat bisa dipakai untuk menilai kreativitas dari dimensi psikomotor?
BalasHapusmenurut saya rubrik yang rina susun sudah cukup baik, untuk mengukur dimensi psikomotor maka sebaiknya tidak hanya terbatas pada penilaian produk tetapi juga proses dalam pembuatan produk tersebut sehingga data nilai yang didapat juga lebih luas. sebaiknya melalui penilaian portofolio ssiwa, karna di portofolio siswa tidak hanya menulis namun juga merancang dan melakukan eksperimennya sendiri sebelum menyusun sebuah laporan.
saya akan mencoba menjawab pertanyaan dari rina
BalasHapusApakah rubric penilaian yang saya buat bisa dipakai untuk menilai kreativitas dari dimensi psikomotor?
Menurut pendapat saya rubrik yang sudah dibuat oleh rina sudah baik, dan saya sependapat dengan kk rini bahwasannya dalam menilai kreativitas dari segi psikomotor penting dilihat pada proses dalam pembuatan produk dan tidak hanya terbatas pada penilaian produk , sehingga data yang di dapat lebih banyak dan luas.
Sudah layakkah jika rubrik penilaian saya dipakai untuk menilai kreativitas produk?
BalasHapus.
Menurut saya layak atau tidak tergantung dari ketercapaian indikator pembelajaran yang dapat diukur melalui rubrik. Namun disini saya belum melihat landasan apa yang mendasari anda menyusun rubrik tsb baik dari KI, KD, Indiaktor dan mencapai kemampuan berpikir kreatif yang seperti apa.
Apakah rubric penilaian yang saya buat bisa dipakai untuk menilai kreativitas dari dimensi psikomotor?
.
Saya setuju dengan pendapat kak rini dan fero, dimana sebaiknya rina tidak terbatas pada penilaian produk tetapi juga pada pembuatan produk, persiapan alat dan bahan. Maka dari itu saya sarankan perlu dibuat indikator dan aspek berpikir kreatifnya agar mengerti mau mengukur ketercapaian apa
Apakah rubric penilaian yang saya buat bisa dipakai untuk menilai kreativitas dari dimensi psikomotor?
HapusSaya sependapat dwngan teman teman,
rubrik yang disusun sudah cukup baik, untuk mengukur dimensi psikomotor maka sebaiknya tidak hanya terbatas pada penilaian produk tetapi juga proses dalam pembuatan produk tersebut sehingga data nilai yang didapat juga lebih luas.
Sudah layakkah jika rubrik penilaian saya dipakai untuk menilai kreativitas produk?
BalasHapussaya setuju dengan fanny, kelayakan dapat dinilai jika instrumen tersebut sesuai dengan penulisan dan pembuatan instrumen tersebut, dan ketercapaian dari tujuan pembelajaran
Apakah rubric penilaian yang saya buat bisa dipakai untuk menilai kreativitas dari dimensi psikomotor?
saya setuju dengan pendapat teman-teman disini untuk psikomotor kita tidak bisa menilai hanya sebatas hasil. karena kreativitas itu dinilai dan ditekankan pada saat proses pembelajaran serta sesuikan dengan indikatornya untuk membuat kalimat perintah di dalam instrumen tersebut
Saya sependapat dengan teman teman bhwa dalam penilaian psikomotor tidak hanya menilai produk hasil saja. Namun keterampilan disini lebih cocok dalam penilian proses. Dimana saat siswa mulai belajar sampai akhir pembelajaran itu dilihat keterampilan yg muncul yg ada dalam diri siswa.
BalasHapusApakah rubric penilaian yang saya buat bisa dipakai untuk menilai kreativitas dari dimensi psikomotor?
BalasHapusmenurut saya rubrik yang dibuat rina sudah bagus, saran dari saya untuk penilaian psikomotorik ini dibuat materinya. sehingga kita bisa menentukan penilaian spikomotorik ini dalam bentuk proyek atau penyelesaian prosedur yang dapat memunculkan berpikir kreatif.
Saya setuju dengan pendapat esa bisa dlam memberikan proyek untuk peserta didik agar dpt melihat kreatifitas siswa dalam psikomotoriknya.
HapusSudah layakkah jika rubrik penilaian saya dipakai untuk menilai kreativitas produk?
BalasHapusmenurut saya kelayakan suatu instrumen penilaian itu harus ditentukan dengan serangkaian pengujian seperti ahli dan praktisi barulah bisa dikatakan bahwa instrumen penialian tersebut dapat dikatakan layak untuk dapat menilaian kemampuan siswa. namun secara sekilas dari rubrik dan instrumen observasi yang telah dibuat sudah cukup mewakili aspek-aspek apa saja yang ingin dinilai pada dimensi kreativitas produk. sedikit saran untuk indikator keberfungsian pada rubrik lebih mengarah kepada bagaiamana suatu produk itu berfungsi sedangkan jika materi yang dipelajari menggunakan proses praktikum maka untuk indikator ini cenderung tidak dipakai, maka perlu adanya kejelasan materi seperti apa yang sesuai dalam penggunaan rubrik penilaian tersebut.
Apakah rubric penilaian yang saya buat bisa dipakai untuk menilai kreativitas dari dimensi psikomotor?
BalasHapusmenurut saya tidak sepenuhnya bisa kenapa, karena sebagian poin kreativitas nya hilang, kita lihat pada rubrik poin ke 2 siswa akan mendapat skor 4 jika Bahan diolah sesuai dengan langkah-langkah prosedur yang telah dirancang sebelumnya dengan rapi, bersih, dan teratur. nah pada tahapan ini saja rina sudah membatasi kreativitas siwa, sedangkan yang kita ketahui kreativitas itu muncul pada proses ini jadi biarkan mereka berkembang dengan caranya sendiri tapi tetap diebrikan tuntunan yang benar, jika ada pola kreativitas lain maka itulah seharusnya yang bisa dinilai bukan sesuai dari apa yang diberikan.
Sudah layakkah jika rubrik penilaian saya dipakai untuk menilai kreativitas produk?
BalasHapuskelayakan dari suatu instrumen dapat dinilai jika instrumen tersebut sesuai dengan penulisan dan pembuatan instrumen tersebut, dan ketercapaian dari tujuan pembelajaran. apa yang dibuat pada instrumen haruslah mampu mengukur sejauh mana ketercapaian tujuan pembelajaran. asalkan sesuai dengan kaidah penulisan dan aturan penyusunannya.
Apakah rubric penilaian yang saya buat bisa dipakai untuk menilai kreativitas dari dimensi psikomotor?
rubrik yang dibuat oleh rina sudah mewakili aspek-aspek berfikir kreatif.
Sudah layakkah jika rubrik penilaian saya dipakai untuk menilai kreativitas produk?
BalasHapussetuju dengan tri, kelayakan dapat dinilai jika instrumen tersebut sesuai dengan penulisan dan pembuatan instrumen tersebut, dan ketercapaian dari tujuan pembelajaran kita
Apakah rubric penilaian yang saya buat bisa dipakai untuk menilai kreativitas dari dimensi psikomotor?
setuju dengan pendapat teman-teman disini untuk psikomotor kita tidak bisa menilai hanya sebatas hasil. karena kreativitas itu dinilai dan ditekankan pada saat proses pembelajaran serta sesuikan dengan indikatornya untuk membuat kalimat perintah di dalam instrumen yang dimaksud
Apakah rubric penilaian yang saya buat bisa dipakai untuk menilai kreativitas dari dimensi psikomotor?
BalasHapusMenurut saya rubrik yang rina susun sudah cukup baik, untuk mengukur dimensi psikomotor maka sebaiknya tidak hanya terbatas pada penilaian produk tetapi juga proses dalam pembuatan produk tersebut sehingga data nilai yang didapat juga lebih luas. sebaiknya melalui penilaian portofolio ssiwa, karna di portofolio siswa tidak hanya menulis namun juga merancang dan melakukan eksperimennya sendiri sebelum menyusun sebuah laporan.